TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Lembaga Hukum Jakarta Alghiffari Aqsa mengatakan sembilan perempuan asal Pegunungan Kendeng, Rembang, yang melakukan aksi menyemen kaki demi berjumpa Presiden Joko Widodo, sudah kembali ke kampung halamannya. Mereka memutuskan pulang setelah sempat ditemui Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki dan Menteri Sekretariat Negara Pratikno.
"Mereka sudah dijanjikan ketemu Jokowi, belum ada jadwal konkretnya. Jokowi juga sedang kunjungan Eropa, kan?" ujar Aqsa saat dihubungi, Kamis, 14 April 2016.
Menurut Aqsa, cor semen yang mengeras di kaki kesembilan wanita Kendeng sejak Selasa lalu itu, akhirnya dilepas Rabu kemarin. "Kemarin sore dilepas, itu sebenarnya sudah akan dilepas sebelum kedatangan Teten dan Pratikno," ujarnya.
Aqsa menyampaikan bahwa kesembilan wanita yang menolak pembangunan pabrik PT Semen Indonesia di kampung mereka itu masih didampingi pihak pengacara publik LBH. "Tadi pagi diantar pulang naik kereta."
Pengacara publik LBH, Yunita, mengatakan para wanita tersebut pulang dengan kereta sekitar pukul 09.00 WIB, Kamis pagi. "Tadi jam 07.00 mereka tiba di (Stasiun) Gambir. Mungkin jam 14.00 sudah di Tawang, Semarang," katanya saat dihubungi.
Menurut Yunita, yang mendampingi langsung sembilan wanita Kendeng itu, kondisi gedung LBH di Jalan Diponegoro, Jakarta, tak memadai sebagai tempat menginap. "Jam 23.00 kemarin, kami keluar LBH, mereka diinapkan dulu di rumah warga di Cempaka Putih."
Menurut Yunita, cor semen dilepas pukul 19.00, Rabu, tak lama setelah Teten dan Pratikno menemui sembilan wanita itu di halaman Monas, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.
Pihak LBH menyatakan akan tetap mendampingi selama penyampaian tuntutan, bahkan nanti jika sampai ke proses hukum. "Kami saat ini sedang menyiapkan peninjauan kembali, terkait proses perizinan lingkungan penambangan semen di daerah mereka (Jawa Timur)," ujarnya.
Tak hanya LBH, Yunita berkata banyak lembaga yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) yang mendukung aksi menyemen kaki ini.
Sembilan perempuan itu berasal dari Pati, Grobogan, dan Rembang. Aksi mereka merupakan simbol penolakan terhadap pembangunan PT Semen Indonesia di Pegunungan Kendeng yang mereka anggap dapat merampas kehidupan para petani dan merusak lingkungan.
YOHANES PASKALIS