TEMPO.CO, Yogyakarta - Atlet terjun payung, Wika Milati Mulanungtyas, 24 tahun, yang jatuh di laut Depok, Kabupaten Bantul, dimakamkan di pemakaman keluarga besar TNI Angkatan Udara Siddha Muktya Laya, Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Minggu, 27 Maret 2016. Raut sedih keluarga tak terbendung saat jasad alumnus Jurusan Informatika Animasi Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto itu dimasukkan dalam liang lahat.
Tak terkecuali adiknya yang terlihat lemas di bawah karangan bunga di kompleks pemakaman itu. Sang adik, Anjar Odi Herlambang, 17 tahun, seolah belum percaya kakak perempuan yang akan mengajaknya terjun secara tandem itu telah tiada. "Setiap kami ulang tahun, kakak selaku memberi hadiah," kata Anjar.
Anjar berujar, kakaknya itu sudah bergabung menjadi penerjun di Federasi Aero Sport Indonesia Daerah Yogyakarta sejak 2006. Awalnya, Wika melihat atraksi terjun payung, kemudian menyatakan ketertarikannya pada olahraga itu kepada ayahnya yang merupakan anggota TNI Angkatan Udara, Sudaryono.
Lalu sang ayah mengenalkannya kepada rekan-rekannya yang aktif di olah raga terjun payung. Sejak saat itulah, Wika sering melakukan terjun payung. Sebelum ajal menjemput, Wika sudah 125 kali terjun payung.
Ada keinginan Wika mengajak Anjar tandem terjun payung. Namun keinginan itu harus berhenti karena peristiwa nahas yang menimpa Wika. "Dia mau mengajari saya terjun payung. Tapi niat itu terhenti," ucap Anjar.
Sebelum dimakamkan, jasad Wika disemayamkan di rumah duka di rumah Dinas TNI Angkatan Udara Adisutjipto Blok H 3 Nomor 16, Ring Road Timur, Kecamatan Banguntapan, Bantul.
Rekan Wika yang ikut dalam prosesi pemakaman, Ibnu Adi, menuturkan, di Federasi Aero Sport Indonesia, Wika sudah merupakan atlet. Bahkan sudah disiapkan untuk ikut dalam ajang pra-Pekan Olahraga Nasional dan Piala Kepala Staf Angkatan Udara tahun ini.
Saat ikut dalam acara Jogja Air Show 2016, Wika sudah tiga kali ikut terjun payung. Saat ketiga kalinya itu, ia mengalami nasib nahas karena mendarat di 75 meter dari bibir Pantai Depok saat ombak tinggi. Ia sudah ditolong tim SAR. Namun, saat di Rumah Sakit Pusat TNI Angkatan Udara Hardjolukito, nyawanya tidak tertolong. "Bagi kami, dia merupakan keluarga dan adik," ujar Ibnu.
MUH SYAIFULLAH