TEMPO.CO, Malang - Salah satu tugas Sekretariat Kabinet adalah menyelenggarakan sidang kabinet atau rapat terbatas. Hasil sidang kabinet atau rapat terbatas harus segera disusun dan disampaikan kepada anggota kabinet.
Proses penyusunan itu disebut transkripsi atau salinan yang lengkap dan risalah yang berisi intisari sidang. Namun, tanpa banyak diketahui publik, Sekretariat Kabinet (Setkab) masih membuat transkripsi dan risalah tersebut secara manual. Penyusunan transkripsi dan risalah dilakukan sepuluh personel Deputi Bidang Dukungan Kerja Kabinet (DKK), masing-masing lima orang menyusun transkripsi dan lima orang lagi menyusun risalah.
Jumlah personel sebanyak itu bakal kelabakan apabila dalam sepekan Setkab harus menyelenggarakan rapat kabinet atau rapat terbatas. Sedangkan rata-rata penyelesaian transkripsi dan risalah paling lama tiga hari.
“Jika dalam satu minggu ada beberapa sidang kabinet atau rapat terbatas (ratas), misalnya ada 6 ratas, maka kebutuhan dukungan aplikasi sangat diperlukan untuk mempercepat penyusunan transkripsi dan risalah,” kata Deputi Bidang Dukungan Kerja Kabinet Yuli Harsono kepada Tempo, Kamis malam, 10 Maret 2016.
Karena itu, menurut Yuli, kini Deputi DKK sedang mencari aplikasi atau alat yang berkemampuan merekam suara dan sekaligus mengubahnya ke dalam bentuk teks. Pencarian ini disertai kegiatan “studi banding” Deputi DKK ke Mahkamah Konstitusi sekitar tujuh bulan lalu dan Pengadilan Negeri Kepanjen pada Kamis siang kemarin.
Yuli bercerita, MK menggunakan 20 pengetik cepat yang mampu menyusun minutasi—pemberkasan perkara yang sudah diputus baik yang telah atau belum berketetapan hukum tetap—dalam tempo 15 menit seusai sidang. Minutasinya pun sudah bisa diunggah ke laman atau website MK. Dalam kunjungan itu Deputi DKK mengetahui MK sedang menyempurnakan aplikasi mirip ATR (audio teks recorder) yang dipakai Pengadilan Negeri Kepanjen.
Yuli menyatakan kunjungan ke PN Kepanjen untuk mengetahui sejauh mana penggunaan ATR dapat mempercepat penyelesaian minutasi perkara. “Kami ke sana, karena tugas penyusunan minutasi perkara hampir mirip dengan apa yg kami lakukan di Setkab,” ujar Yuli, yang sebelumnya menjabat sebagai Staf Ahli Tata Ruang dan Wilayah Perbatasan Sekretariat Kabinet.
Menurut Yuli, aplikasi ATR yang digunakan PN Kepanjen sudah cukup bagus. Dalam peragaan, akurasi pengubahan dari audio ke teks mencapai antara 90 sampai 95 persen.
Namun, kata Yuli, lantaran penggunaannya harus terkoneksi dengan internet alias online, maka mungkin aplikasi ATR ala PN Kepanjen agak sulit digunakan di Sekretariat Kabinet. Pada saat sidang kabinet berlangsung, dipasang alat jammer (pengacak sinyal) untuk menjaga keamanan jalannya sidang kabinet.
“Jadi, untuk sementara, kami tetap melakukan secara manual. Kami sedang mencari ATR yang lebih canggih, namun sampai sekarang belum ketemu di Indonesia dan bisa jadi harus diimpor dari negara lain,” ujar Yuli.
Selain membeli, Deputi DKK juga berusaha membuat ATR melalui kerja sama dengan lembaga perguruan tinggi, badan usaha milik negara strategis, dan melibatkan Lembaga Sandi Negara untuk pembahasan aspek keamanan.
ABDI PURMONO