TEMPO.CO, Lumajang - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung menemukan penyebab guguran awan panas di Gunung Semeru, pada Sabtu pagi, 13 Februari 2016.
Kepala PVMBG, Edi Prasojo mengatakan dugaan sementara guguran awan panas Gunung Semeru adalah karena pembentukan kubah lava di kawah Gunung Semeru.
"Dugaan sementara guguran awan panas karena pembentukan kubah yang November 2015. Karena setelah November 2015, semua parameter turun (tremor maupun jumlah guguran)," kata Edi melalui pesan singkat, Sabtu siang, 13 Februari 2016. Indikasinya adalah guguran tidak terus menerus terjadi. Artinya, setelah guguran lava pijar pada Sabtu pagi, tidak ada lagi guguran berikutnya.
Kendati demikian, Pos Pengamatan Gunung Api Semeru di Gunung Sawur, Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang akan terus melakukan pengamatan secara terus menerus dalam 24 jam.
Seperti diberitakan sebelumnya, dilaporkan dari Pos Pengamatan Gunung Api Semeru telah terjadi awan panas guguran pukul 06.05 WIB sejauh kurang lebih 4-5 kilometer dari puncak Semeru ke arah sektor Selatan dan Tenggara (Besuk Kobokan dan Besuk Kembar).
Baca Juga:
Tingkat aktivitas Gunung Semeru saat ini masih level II atau waspada sejak 2012 dengan jarak aman diluar 4 kilometer ke arah sektor Selatan dan Tenggara. Jarak desa terdekat pada arak sektor Selatan dan Tenggara sekitar 9 kilometer. Dugaan sementara awan panas guguran itu akibat aktivitas pertumbuhan kubah lava pada November 2015 di sekitar puncak.
Lidah atau kubah lava November 2015 patah atau tidak stabil pada Februari 2016. Edi mengatakan hari ini, PVMBG akan mengevaluasi apakah sumber awan panas tersebut hanya dari material kubah November 2015 atau dari suplai baru. Dari evaluasi tersebut, pihaknya akan menentukan bagaimana status aktivitas Gunung Semeru.
DAVID PRIYASIDHARTA