TEMPO.CO, Boyolali - Hingga kini masih ada 688 orang bekas pengikut Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yang terkatung-katung nasibnya di Asrama Haji Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah. Mereka masih berada di tempat penampungan itu hanya karena tak jelas kapan pemerintah daerah tempat asal mereka akan menjemput.
“Sudah dua pekan kami hanya menganggur di sini. Tidak ada kegiatan atau hiburan sama sekali. Izin keluar pun terbatas, hanya di sekitar jalan depan asrama haji,” kata Rusli warga asal Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua, Selasa 9 Februari 2016.
Padahal mereka hanya dizinkan pergi dari Donohudan jika pemerintah daerah asal memboyong mereka pulang. Rusli mengaku sudah minta kepada petugas di Donohudan agar diizinkan segera pulang ke Papua. “Tapi dilarang. Mereka bilang semua ada prosedurnya,” kata bujangan itu.
Jika diizinkan pulang sendiri, Rusli akan minta orang tuanya di Papua mengirimkan uang untuk ongkos perjalanan. Rusli adalah satu dari lima warga asal Papua yang ditampung di Donohudan sejak Rabu dua pekan lalu.
Bahkan permintaan yang sama juga ditolak oleh pengikut Gafatar yang berasal dari Brebes, Jawa Tengah, yang jaraknya hanya puluhan kilometer dari Boyolali. “Saya baru dua hari di sini. Sebelumnya saya ditampung di Jakarta. Kalau boleh mendingan pulang sendiri daripada nanti terlalu lama di sini,” kata lelaki berusia 25 tahun yang menolak menyebutkan namanya itu.
Pejabat di Kesbangpol dan Linmas Jawa Tengah, Haerudin, mengatakan pengikut Gafatar yang ditampung di Donohudan hanya diizinkan pulang jika dijemput pemerintah daerah asal. “Kalau dari luar Jawa, yang harus menjemput pemerintah provinsinya,” kata Haerudin. Saat ini Pemerintah Jawa Tengah masih terus berkoordinasi dengan pemerintah provinsi lain untuk memulangkan ratusan pengikut Gafatar yang masih ditampung di Donohudan.
DINDA LEO LISTY