TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kesehatan Nila Djuwita A. Moeloek mengatakan penerapan status darurat virus Zika di Indonesia masih harus dipertimbangkan. "Soal darurat, kami harus pertimbangkan banyak hal," kata Nila saat ditemui di Hotel Bidakara, Pancoran, Jakarta, pada Rabu, 3 Februari 2016.
Hal yang harus dipertimbangkan, menurut Nila, antara lain disease burden atau dampak dari virus itu. Namun ia meminta masyarakat tetap mewaspadai virus Zika. "Sebab, nyamuknya ada di Indonesia," ucapnya.
Baca juga: BPPT Menunggu Kejelasan Penyebar Virus Zika
Nila menjelaskan, virus Zika ditularkan lewat nyamuk Aedes aegypti, yang juga bisa menularkan penyakit demam berdarah dengue (DBD). Namun, menurut Nila, gejala virus Zika lebih ringan daripada DBD. "Memang ada pendarahan, tapi lebih ringan dari dengue," ujar Nila.
Nila belum mendengar ada pasien di Indonesia yang terjangkit virus Zika. Ia juga menuturkan penyakit ini bisa hilang dengan sendirinya dalam dua-tujuh hari. "Kalau berbicara kematian, (penyakit) ini tak menyebabkan kematian," katanya.
Baca juga: Wabah Virus Zika, Benarkah Gejala Sama dengan Malaria?
Mengenai kasus yang terjadi di Amerika Latin, di mana virus Zika diduga membuat ukuran otak bayi-bayi menjadi mengecil, Nila berujar, itu masih sebatas asumsi. "Itu asumsi saja, belum mengisyaratkan bahwa Zika yang menyebabkan microcephaly," ucapnya.
Pemerintah tak melarang warga negaranya bepergian ke luar negeri dan wilayah-wilayah yang sedang merebak kasus virus Zika, tapi memberikan trip advisory kepada warga negara Indonesia yang bepergian ke luar negeri. "Harus hati-hati dengan Zika. Ibu hamil waspada, misalnya, jika berkunjung ke wilayah wabah, harus pakai lotion," ujar Nila.
DIKO OKTARA