TEMPO.CO, Jakarta - Mantan anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), Muhammad Sidik, 49 tahun, menganggap pemimpin Al Qiyadah Al Islamiah, Ahmad Mushadeq, sebagai Satrio Piningit atau Satria Piningit. Satrio Piningit adalah seseorang yang selama ini tidak muncul namanya dan hadir untuk menjadi semacam juru selamat atau ratu adil.
Menurut Sidik, kelahiran dan eksistensi Mushadeq telah diramalkan Sabdo Palon dan Noyo Genggong. Sabdo Palon dan Noyo Genggong ini diyakini sebagian orang sebagai penasihat spiritual Kerajaan Majapahit ketika diperintah Raja Brawijaya V mulai 1450-an hingga 1470-an.
Sabdi Palon dan Noyo Genggong disebut dalam Jongko Joyoboyo atau Ramalan Joyoboyo yang dikenal sebagian masyarakat Jawa. Sabdo Palon dan Noyo Genggong juga disebut dalam serat atau catatan yang ditulis Ronggo Warsito, pujangga Keraton Kasunanan Solo ketika diperintah Pakubuwono VII pada pertengahan 1800-an.
Sidik adalah satu dari 712 eks anggota Gefatar yang diungsikan sementara di Taman Wiladatika, Cibubur, Depok, Rabu, 27 Januari 2016. "Akan datang satria yang menjalankan hukum semesta alam. Dia adalah Satria Piningit," ucap Sidik.
Bahkan dia menyakini Mushadeq orang yang membenarkan kitab-kitab sebelumnya. Dia berujar, Mushadeq yang mengajarkan untuk sanggup berbudi pekerti luhur serta tidak mencuri, berzina, membunuh, dan berdusta.
Menurut Sidik, Mushadeq merupakan orang pilihan yang bakal membuat Indonesia menjadi mercusuar dunia. Bahkan, tutur Sidik, para pengikut Mushadeq, termasuk dia, meyakini mereka semua adalah embrio dunia, seperti pengikut para nabi sebelumnya. "Kami ini embrio," katanya.
Selain mengagung-agungkan Mushadeq, eks anggota Gafatar juga menganggap Presiden Sukarno adalah nabi. Sebab, Sukarno bisa merumuskan Pancasila, yang dianggap intisari dari semua kitab suci. Namun nabi yang mereka maksud adalah orang yang menyampaikan kebenaran. "Ya, kita jangan terlalu menyakralkan nabi. Nabi adalah orang yang membawa dan menyampaikan kebenaran," ucapnya.
Pengikut Mushadeq, ujar Sidik, tidak menjalankan syariat Isam, seperti salat dan puasa. Buat mereka, berbuat baik sudah merupakan salat. "Bahkan, ketika dua manusia berbicara kebaikan, mereka sedang berzikir kepada Allah," tuturnya.
Sidik mengaku tertarik dengan ajaran Mushadeq dan Gafatar sejak 2011. Bahkan dia memilih hijrah dari Riau ke Rasau Jaya, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, bersama orang yang sepemahaman dengannya sejak tujuh bulan lalu.
Sidik meninggalkan pekerjaannya sebagai ahli kayu dan lebih memilih bertani di Kalimantan Barat. Dia menggarap lahan seluas 11 hektare bersama 44 kepala keluarga di Kalimantan. Ia kecewa karena pemerintah memindahkan paksa mereka. "Kami sudah nyaman di Kalimantan. Bahkan pemerintah memaksa kami meninggalkan pertanian yang kami garap dan sudah mau panen," katanya.
IMAM HAMDI