TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Agama DPR Saleh Partaonan Daulay meminta Kementerian Agama menyusun kurikulum khusus sebagai upaya menangkal gerakan radikal sebagai bagian dari upaya deradikalisasi. Kurikulum ini bisa diterapkan pada jaringan pendidikan madrasah ataupun pondok pesantren yang dimiliki Kementerian Agama dan Kantor Urusan Agama.
Kurikulum itu nantinya bisa diajarkan oleh tenaga pendidik ataupun dosen-dosen perguruan tinggi keagamaan. Para tenaga pendidik di lembaga-lembaga pendidikan tersebut, menurut Saleh, seharusnya bisa diajak bersama-sama mengajarkan praktek pelaksanaan agama yang damai dan toleran.
Kementerian Agama dianggap mampu menampilkan pandangan keagamaan yang lebih mudah dipahami masyarakat. Apalagi Kementerian Agama dengan jaringan yang cukup luas mampu menjadi leading sector dalam pendidikan untuk mencegah generasi muda terlibat aksi radikal.
Dalam menanggulangi terorisme, Kementerian Agama bisa melibatkan ormas-ormas dan tokoh-tokoh masyarakat. "Sayang sekali kalau potensi itu tidak dimanfaatkan," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin, 18 Januari 2016. "Kalau ada koordinasi dengan BNPT dan kepolisian, program yang ada sangat bisa bersinergi dan saling melengkapi."
Saleh menyikapi munculnya kembali teror yang pekan lalu terjadi di sekitar Sarinah, Thamrin, Jakarta Pusat. Menurut Saleh, Kementerian Agama harus mengambil langkah-langkah koordinatif dengan kementerian dan lembaga lain dalam upaya mengantisipasi penyebaran paham radikalisme di masyarakat.
Menurut Saleh, sejauh ini belum ada peraturan yang mengizinkan Kementerian Agama mendata gerakan keagamaan yang ada di Indonesia. Namun, jika ada yang menyimpang dan membahayakan negara, Kementerian Agama memiliki tanggung jawab ikut serta melindungi kepentingan nasional.
MAWARDAH NUR HANIFIYANI