TEMPO.CO, Jakarta – Sabtu, 16 Januari 2016, sepekan pascapenarikan alat berat, keadaan di lokasi pengeboran milik Lapindo Brantas Inc di Desa Kedungbanteng, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo, tampak lengang. Tak ada aktivitas maupun pengamanan. Pintu masuk lokasi pengeboran terkunci rapat.
Pemandangan itu berbeda dengan Rabu, pekan lalu, saat perusahaan keluarga Bakrie itu melakukan pengerukan tanah sebagai persiapan pengeboran. Ratusan polisi berjaga dan mengawal dump truck menurunkan pasir dan batu. Puluhan pekerja hilir mudik mengerjakan pekerjaan masing-masing.
Lokasi pengeboran yang dikelilingi rumah penduduk Desa Kedungbanteng dan Banjarasri itu kini tak lagi jadi perhatian warga sekitar. Warga kembali melakukan aktivitas seperti sedia kala tanpa ada kekhawatiran. Pagi pergi ke sawah dan siang pulang untuk istirahat.
Yasak, 62 tahun, seorang warga Banjarsari yang rumahnya hanya berjarak puluhan meter sebelah utara lokasi pengeboran, merasa tenang karena aktivitas pengerukan Lapindo Brantas diberhentikan. "Kami warga di sini kembali bisa hidup tenang," kata Yasak.
Namun begitu, Yasak masih khawatir karena penghentian hanya bersifat sementara. Bila Lapindo benar-benar berniat mengebor, Yasak dan warga lainnya siap kembali melakukan demo. Warga, menurut dia, kompak menolak pengeboran. "Kami punya hak menolak," katanya.
Kekompakan warga ditunjukkan dengan menggelar demo saat penarikan alat berat pada Senin lalu dan mengadakan syukuran dengan potong tumpeng sehari kemudian. Tak kurang 200-an warga tumpah ruah menyambut sukacita penghentian aktivitas pengerukan.
"Lapindo tidak boleh ngebor di sini. Kami trauma kejadian semburan lumpur di Porong. Kami ingin hidup tenang tanpa ada pengeboran," tegas Yasak. Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam memastikan hingga Maret 2016, Lapindo dilarang melakukan pengeboran.
NUR HADI