TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Balai Besar TN Kerinci Seblat Tongkagie Arief mengatakan tiap bulan pihaknya menemukan 10 jerat yang digunakan untuk memburu Harimau Sumatera. Jerat tersebut dipasang di sejumlah jalur yang kerap dilewati binatang langka itu. Perburuan harimau masih marak lantaran adanya permintaan pasar dan harga jual yang tinggi.
Jerat dipilih lantaran tidak menarik perhatian para penjaga taman nasional. “Kalau pakai senapan, mereka takut terdengar,” kata Arief saat dihubungi Tempo, Sabtu, 9 Januari 2016.
Kemarin, Tim Patroli Harimau Sumatera Taman Nasional Kerinci Seblat dan Kepolisian Resor Muko-Muko berhasil menangkap pemburu Harimau Sumatera dan penampung kulitnya. Total satu ekor harimau dijual Rp 60 juta. “Baru di lokal saja harganya sudah segitu, bagaimana kalau sudah di luar kota bahkan luar negeri?” ujarnya.
Dua orang tersangka berperan sebagai penampung yakni Sudirman, 52 tahun dan anaknya Zamdial, 30 tahun. Sementara seorang lagi Answar, 36 tahun yang berperan sebagai pemburu. “Saat ini ketiga tersangka sudah berada di Polres Muko-muko Bengkulu untuk dilakukan penahanan guna proses penyidikan,” kata dia
Arief mengidentifikasi ada tiga kelompok besar pemburu harimau di Bengkulu. Namun, petugas kesulitan menangkap mereka lantaran tidak ada alat bukti.
Selama ini taman nasional hanya mendapat informasi soal siapa saja yang memasang jerat-jerat harimau tersebut. “Tidak pernah ketemu di lapangan, tidak ada alat bukti. Minimal ada tiga kan alat bukti,” ucapnya.
Jumlah populasi Harimau Sumatera di TN Kerinci hanya tersisa 163 ekor. Sebabnya ia berharap di pengadilan para pelaku dpat dihukum berat sehingga menimbulak efek jera bagi orang yang berniat memburu harimau.
AHMAD FAIZ