TEMPO.CO, Sidoarjo - Jumlah penumpang Bus Rapid Transit (BRT) Trans Sidoarjo selama tiga bulan pertama beroperasi tidak banyak peningkatan. "Ada penambahan sedikit tapi tidak signifikan. Atau bisa dibilang relatif tetap," kata Kepala Bidang Angkutan dan Sarana Prasarana Darat Dinas Perhubungan (Dishub) Sidoarjo, Edi Sutiono, kepada Tempo, Selasa, 5 Januari 2015.
Hasil evaluasi menyatakan itu terjadi lantaran terbatasnya trayek dan mahalnya tarif. Edi tidak menyebutkan jumlah penumpang. Namun ia mengatakan bahwa Damri, selaku operator BRT Trans Sidoarjo, setiap hari merugi. Biaya operasional untuk 10 bus mencapai Rp5 juta per hari. Sedangkan pemasukan berkisar Rp3,5-3,8 juta. Artinya, Damri tekor sekitar Rp1,2 juta hingga Rp1,5 juta setiap hari.
"Penumpang memilih naik angkot karena ongkosnya lebih murah," kata Edi. Bila BRT Trans Sidoarjo ingin tetap terus beroperasi, Dinas berharap pemerintah pusat atau provinsi memberikan subsidi.
BRT Trans Sidoarjo mulai beroperasi sejak akhir September 2015. Dari 30 bus yang tersedia, hanya 10 bus yang beroperasi. Satu bus berkapasitas 60 penumpang. Puluhan bus itu merupakan bantuan dari Kementerian Perhubungan.
Tarif BRT Trans Sidoarjo sebesar Rp5 ribu untuk penumpang umum dan seribu rupiah untuk anak sekolah. Sedangkan angkot hanya Rp2.500. "Sangat mengharapkan pemerintah pusat atau provinsi memberikan subsidi. Bukan hanya memberikan sumbangan bus saja."
Selain mengharapkan subsidi, Dinas mengusulkan penambahan trayek. BRT Trans Sidoarjo hanya melayani penumpang dari Terminal Porong menuju Terminal Purabaya Surabaya melewati tol. Edi berharap trayek BRT Trans Sidoarjo bisa melayani penumpang untuk jurusan Terminal Porong- Jembatan Merah, Porong-Pasar Turi, dan Porong-Terminal Joyoboyo. "Semoga Pemkot surabaya mau bekerja sama dengan kami."
NUR HADI