TEMPO.CO, Jakarta - PT Bio Farma dan Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengembangkan pembuatan erythropoietin (EPO) generasi kedua. Kerja sama tersebut ditandai dengan penyerahan Research Cell Bank dari LIPI ke Bio Farma di Bandung, Senin, 28 Desember 2015.
Pembuatan EPO tersebut penting untuk pengobatan pasien anemia berat akibat gagal ginjal kronis dan kemoterapi.
Peneliti Ahli dari Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Adi Santoso mengatakan, EPO generasi kedua Darbepoetin Alfa memiliki beberapa keunggulan. Kelebihan utamanya adalah waktu paruh yang lebih lama daripada EPO generasi pertama di laboratorium riset LIPI. “Jadi kalau biasanya pasien diberi EPO dua kali, nanti cukup sekali saja seminggu,” kata Adi.
Pengurangan pemberian EPO tersebut erat hubungannya dengan biaya pengobatan, baik yang ditanggung sendiri oleh keluarga pasien maupun pemerintah. Saat ini dengan mengandalkan EPO impor asal Amerika Serikat, seorang pasien gagal ginjal berbobot 55 kilogram yang harus menjalani cuci darah, misalnya, sebulan harus membayar biaya pengobatan Rp 40 juta.
Adapun biaya pengobatan pasien yang belum menjalani cuci darah sebesar Rp 10 juta per bulan. “Diharapkan dengan diproduksi Bio Farma, ini bisa lebih murah,” ujar Adi.
Baca Juga:
Erythropoietin (EPO) merupakan suatu hormon dari ginjal yang merangsang pembentukan sel-sel darah merah. Pada penderita gagal ginjal, misalnya, sel-sel organ tersebut tidak dapat menghasilkan EPO dalam jumlah cukup. Kemoterapi pada pasien juga mengurangi pertumbuhan EPO dalam tubuh.
Direktur Utama PT Bio Farma Iskandar mengatakan pihaknya akan melanjutkan riset tentang karakter EPO yang memakan waktu 6 bulan. Uji lainnya adalah seperti mencobanya pada pasien yang bersedia sesuai dengan standar industri kesehatan. “Mudah-mudahan dalam waktu empat tahun mendatang sudah siap menjadi produk untuk membantu terapi pasien cuci darah, kemoterapi, dan anemia,” katanya.
ANWAR SISWADI