TEMPO.CO, Semarang - Kejaksaan Negeri Salatiga sedang menelusuri Majalah Lentera yang mengangkat tema Salatiga Kota Merah. Kejaksaan ingin mengetahui apakah majalah yang diterbitkan lembaga pers mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Komunikasi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga itu membahayakan atau tidak.
Untuk menilai majalah tersebut, Kejaksaan Negeri Salatiga meminta bantuan Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang melalui surat resmi bernomor: B.1564/03.20/Dsp.I/12/2015 tertanggal 1 Desember 2015. Dalam surat yang ditandatangani Kepala Kejaksaan Negeri Salatiga Suwanda itu tertulis perihal surat adalah “Mohon bantuan dan penelitian dan penjelasan”.
Adapun isi surat tersebut berbunyi: “Sehubungan dengan diterbitkannya barang cetakan berupa majalah “Lentera” edisi 03/2015 dari Lembaga Pers Mahasiswa Fiskom UKSW Salatiga yang bertemakan “Salatiga Kota Merah” yang diduga mengganggu ketertiban dan ketenteraman umum (bertentangan dengan ketentuan baik hukum positif maupun nilai-nilai dan prinsip-prinsip hidup yang berlaku di masyarakat), bersama ini kami mohon bantuannya untuk dapat meneliti dan menganalisis terhadap tema dan isi/substansi majalah tersebut apakah mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan ilmu bahasa (linguistik), sastra Indonesia, ataupun sejarah di mana hingga saat ini peredaran majalah tersebut masih menjadi polemik di kalangan masyarakat di Kota Salatiga.
Surat tersebut juga ditembuskan ke Kepala dan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Rektor Universitas Diponegoro, Asisten Bidang Intelijen Kejati Jawa Tengah, dan Asisten Bidang Pengawasan Kajati Jawa Tengah.
Kepala Kejaksaan Negeri Salatiga Suwanda membenarkan telah mengirim surat permohonan bantuan penelitian dan penjelasan kepada Dekan FIB Undip itu. “Supaya mengkaji isi (Lentera), kira-kira membahayakan atau tidak,” kata Suwanda saat dihubungi Tempo, Ahad, 20 Desember 2015. Suwanda menyatakan yang bisa mengkaji adalah para pakar di bidang bahasa. Apalagi terdapat gambar palu arit di bagian sampul majalah tersebut.
Suwanda mengakui dirinya belum memutuskan apakah akan mengusut majalah tersebut secara proses hukum. “Belum,” katanya. Jadi, untuk mengetahui Majalah Lentera melanggar hukum atau tidak, mereka meminta Fakultas Ilmu Budaya Undip mengkajinya.
Majalah Lentera diterbitkan para mahasiswa UKSW. Saat edisi ketiga terbit, Lentera mengangkat tema dengan judul “Salatiga Kota Merah”. Majalah ini sempat menuai pro kontra menyusul tindakan Polres Salatiga memanggil para mahasiswa yang membuat laporan tersebut. Dekan FISIKOM UKSW juga melarang majalah ini diedarkan.
Saat cetakan Lentera dirampas, versi PDF justru beredar luas di dunia maya. Belakangan, berbagai organisasi justru membela Lentera. Bahkan, Komnas HAM turun ke Salatiga untuk menelusuri dugaan pelanggaran HAM yang dialami LPM Lentera.
ROFIUDDIN