TEMPO.CO, Bandung - Majelis Ulama Indonesia Jawa Barat membantah telah mengeluarkan surat imbauan tentang kewaspadaan ajaran Wahabi-Salafi ekstrem yang diketuai seorang ulama di Bandung Selatan. Sekretaris Umum MUI Jawa Barat Rafani Achyar mengatakan pihaknya tidak pernah mengeluarkan surat tersebut.
“Mungkin ada pihak ketiga yang mengadu domba untuk mengeruhkan suasana,” ucap Rafani di kantor MUI, Jumat, 4 Desember 2015.
Rafani berujar, Salafi bagi MUI tidak harus diwaspadai. “Beda dengan Syiah yang lebih berbahaya dibanding yang lain,” tuturnya. Selain edaran soal Syiah, MUI Jawa Barat menolak ISIS. MUI Jawa Barat bersama Kepolisian Daerah Jawa Barat ikut memantau orang-orang yang pergi ke Suriah dan sebaliknya.
Baru-baru ini beredar foto surat edaran tentang kewaspadaan terhadap ajaran Wahabi-Salafi ekstrem di Kota Bandung dan sekitarnya. Surat bernomor dengan kop Kementerian Agama Kantor Wilayah Jawa Barat itu ditandatangani Kepala Kanwil Buchori tertanggal 22 April 2015. Namun Buchori membantah pernah menandatangani surat itu.
Surat edaran yang ditulis terkait dengan surat edaran MUI Jawa Barat tersebut berisi tentang kewaspadaan terhadap seorang ulama di Bandung Selatan. Masyarakat yang hadir dalam pengajian ulama tersebut diminta tidak terpengaruh, dan sedang diselidiki soal dugaan pengumpulan dana infak-sedekah bagi pengiriman warga Bandung untuk bergabung dengan ISIS di Timur Tengah.
Rafani menuturkan ada informasi dan indikasi warga Jawa Barat berangkat ke Suriah karena faktor ekonomi. Mereka berangkat ke sana sebagai pekerja karena masalah kemiskinan dan pengangguran.
“ISIS memang menyediakan lapangan kerja seperti di sumur minyak. Ibu-ibu berangkat sebagai pembantu rumah tangga,” ujarnya.
Pekan depan, MUI Jawa Barat rencananya mengadakan pertemuan dengan Polda Jawa Barat untuk membahas warga yang ke Suriah untuk mencari kerja. “Makanya pemerintah daerah wajib sediakan lapangan kerja, supaya teroris-teroris tidak muncul,” kata Rafani.
ANWAR SISWADI