Namun, Filep mengaku sampai dikeluarkannya ia dari LP, ia tidak diberikan tembusan atau fotokopi surat yang disebut dari Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham Negara Kolonial Rasialis Indonesia tentang Daftar Nama Penerima Remisi Dasawarsa yang memuat namanya tersebut. “Melihat atau membacanya pun tidak. Hingga saat ini, saya meragukan surat keputusan yang menjadi dasar mengeluarkan saya dari Lapas Abepura,” tuturnya.
Pada 2005 pun, Mahkamah Agung pernah mengajukan kasasi ihwal penahanan Filep. Namun, Filep sendiri tidak pernah merasa surat hasil keputusan tersebut dari MA. “Saya hanya menerima selembar kopi dari faksimile yang tidak jelas dan sangat meragukan yang digunakan untuk menahan saya,” katanya.
Meskipun Filep protes terhadap pembebasannya tersebut, ia hanya diberikan waktu satu hari sebelum dikeluarkan secara paksa dari LP Abepura pada 19 November 2015.
Filep-begitu dia sering disapa-ditahan sejak 2004 setelah divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jayapura karena kasus makar. Filep divonis bersama rekannya, Yusak Pakage, yang dihukum sepuluh tahun bui. Keduanya ditangkap polisi pada 1 Desember 2004, setelah memimpin pengibaran bendera Bintang Kejora di Lapangan Trikora, Abepura, Kota Jayapura, Papua. Pada Rabu, 18 November 2015, Filep akhirnya dibebaskan. Namun, Filep sendiri mencurigai tindakan yang dilakukan terhadapnya tersebut.
Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham I Wayan Dusak yang dihubungi Tempo pagi ini menjelaskan, keputusan pembebasan eks tapol Papua dilakukan Kepala Kanwil Kemenkumham Papua. "Bukan dari Dirjen. Dirjen hanya mengikuti undang-undang," kata Dusak.
Penjelasan lebih rinci, Dusak meminta Tempo menghubungi Kanwil Kemenkumham Papua.
LARISSA HUDA | MARIA RITA