TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto, Firman Wijaya, mengatakan masih mengkaji soal keabsahan rekaman pertemuan kliennya dengan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin dan pengusaha Muhammad Riza Chalid. Dia mengaku belum berencana melaporkan ihwal perekaman yang dilakukan tanpa sepengetahuan kliennya tersebut.
“Belum ada pembicaraan,” kata Firman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 23 November 2015.
Firman mengatakan perekaman yang dilakukan tanpa izin tersebut telah melanggar hukum. Menurut dia, berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, setiap orang yang tidak memiliki hak dilarang untuk melakukan intersepsi atau penyadapan.
Setya Novanto dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said. Setya dituding mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk meminta saham kepada PT Freeport Indonesia.
Dalam laporannya, Sudirman menyerahkan bukti rekaman pertemuan antara Setya; Presiden Direktur PT Freeport Indonesia; dan importir minyak, Muhammad Riza Chalid. Dalam rekaman dan transkrip tersebut, ketiganya membahas rencana perpanjangan kontrak dan pembangunan smelter Freeport. Juga, membahas proyek pembangkit listrik Urumuka di Paniai, Papua.
Dari rekaman tersebut tergambar bahwa Setya meminta imbalan 49 persen saham pembangkit listrik Urumuka. Dia juga mengatasnamakan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Pandjaitan agar ada pembagian 20 persen saham untuk Presiden dan Wakil Presiden.
MAWARDAH NUR HANIFIYANI
Baca juga:
Di Balik Heboh Setya Novanto: 3 Hal Penting yang Perlu Anda Tahu
Segera Dipanggil Mahkamah, Ini Sederet Jerat Setya Novanto