TEMPO.CO, Yogyakarta - Kerabat Puropakualaman yang juga mantan Menteri Pemuda dan Olaharga era Kabinet Indonesia Bersatu, Roy Suryo, turut berduka atas wafatnya Wakil Gubernur DIY yang juga Raja Puro Pakualaman Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Paku Alam IX pada Sabtu, 21 November 2015, RSUP Sardjito Yogyakarta.
Roy sendiri saat mendengar kabar wafat Paku Alam IX ini tengah berada di luar negeri. "Selaku mantan sekretaris panitia pada saat beliau Jumenengan (bertahta) dahulu, saya sangat berduka atas kejadian ini dan sedang berusaha untuk bisa balik ke Jakarta lalu Yogya (untuk melayat)," ujar Roy kepada Tempo, Sabtu, 21 November 2015.
Baca Juga:
Dalam kenangan Roy, Paku Alam IX sejak bertahta Mei 1999 silam merupakan pribadi yang sangat sederhana dan baik hati. Contoh kebaikan hati Paku Alam IX itu, kata dia, ketika berbagai 'serangan' dialamatkan ke alamarhum, namun dihadapi dengan senyum dan berpesan tetap rukun. "Serangan itu dihadapi dengan sikap gemujeng (ketawa) saja."
Catatan Tempo, kisruh di internal Puro Pakualaman mulai memanas sejak jelang disahkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012. Kala itu, saudara tiri Paku Alam IX, Kanjeng Pangeran Hario Angkingkusumo yang merupakan anak sulung dari lain ibu (istri Paku Alam VIII) menyatakan, tahta Pakualman seharusnya bukan untuk KPH Ambarkusumo. Melainkan dia yang lebih berhak karena menurut silsilah, ibu Anglingkusumo yang tertua karena berasal dari istri pertama Paku Alam VIII.
Posisi Raja Puropakualaman sendiri sangat strategis pasca Undang-Undang Keistimewaan disahkan di era Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono. Sebab, Raja Keraton dan Puro Pakualaman dijamin posisinya secara otomatis menduduki jabatan politis sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY.
Tahun yang sama sebelum Undang-Undang U Keistimewaan disahkan, tiba-tiba pada awal 2012, Paku Alam IX menggelar prosesi penahbisan putra mahkota yang tak lain anak sulungnya, Raden Mas Wijoseno Hario Bimo yang bergelar Kanjeng Bendara Pangeran Haryo Prabu Suryodilogo. Putra mahkota itu disepakati seluruh kerabat kecuali trah Anglingkusumo, untuk meneruskan dinasti kepemimpinan Kadipaten Pakualaman.
Kisruh internal di Puro Pakualaman itu sendiri disinyalir masih berlangsung sampai saat ini meski dengan skala yang jauh lebih mereda. Misalnya, Anglingkusumo yang sempat bagi-bagi gelar pada Oktober lalu meski dia bukan raja yang sah.
PRIBADI WICAKSONO.