TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto sepertinya mulai kehilangan dukungan dari koleganya di Partai Golkar setelah ketahuan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk meminta jatah saham kepada PT Freeport Indonesia.
Politikus Partai Golkar, Yorris Raweyai, mengatakan kasus itu membuat para anggota parlemen, Partai Golkar, dan publik marah dan kecewa oleh tingkah Setya Novanto. Dia meminta agar Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) mengusut tuntas dan terbuka kasus tersebut.
“Dia sudah dipercaya sebagai Ketua DPR, seharusnya menjaga martabat negara. Sekarang bagaimana kami memberi dorongan dan mengawasi MKD agar transparan membuktikan itu,” katanya.
Terkait dengan adanya kabar posisi Setya Novanto akan digeser dari Ketua DPR, Yorris mengatakan hal itu merupakan konsekuensi yang harus diterima partai. Menurut Yorris, Setya Novanto tak bisa mundur sementara untuk bisa memudahkan proses pemeriksaan.
Yorris mengatakan hal yang bisa dilakukan adalah para anggota parlemen mendesak MKD bekerja secara profesional, terbuka, dan transparan. “Anggota Dewan bisa saja berkumpul untuk musyawarah dan membawa ke paripurna,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan DPR. Berdasarkan transkrip percakapan yang beredar antara Setya Novanto, seorang pengusaha, dan petinggi Freeport, ketua parlemen itu mencatut nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Menurut Sudirman, pertemuan itu sudah berlangsung beberapa kali. Dalam pertemuan ketiga yang digelar pada 8 Juni 2015 di Pacific Place, Setya menjanjikan bisa memperpanjang kontrak Freeport yang akan berakhir pada 2021 dengan mulus.
Sebagai imbalannya, dia meminta 20 persen saham yang akan dibagikan kepada Presiden Jokowi sebanyak 11 persen dan Wakil Presiden Jusuf Kalla 9 persen. Untuk dia, Setya Novanto meminta jatah 49 persen saham proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air Urumuka di Paniai, Papua.
Bukan hanya dari internal Golkar, Setya Novanto juga mulai ditinggalkan pemilihnya dari daerah pemilihan Nusa Tenggara Timur. Forum Komunikasi Masyarakat Flores Sumba Timor dan Alor (FKM Flobamora) bersama Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) mendesak agar Setya mundur dari posisi Ketua DPR. “Perilakunya sudah merugikan dan mempermalukan masyarakat NTT,” tutur perwakilan TPDI, Petrus Selestinus.
Selain itu, mereka melaporkan Setya ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Setya dianggap sudah melakukan kolusi dengan meminta jatah saham kepada PT Freeport. “Masyarakat Nusa Tenggara Timur dan TPDI melihat yang dilaporkan Menteri ESDM Sudirman Said tentang peristiwa 8 Juni 2015 itu menggambarkan sebuah kolusi,” ucapnya.
DANANG FIRMANTO | FRISKI RIANA
Baca juga:
Tersangka Teroris Paris ke Pesantren Bandung, Ini Tujuannya
Kasus Setya Novanto: Ruhut: Kayak Gitu Bisa Jadi Ketua DPR