TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah menuding ada pemutarbalikan fakta terkait perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia di Indonesia. Menurut Fahri, justru pihak Freeport yang selama ini mengejar pimpinan parlemen untuk mencari celah agar diberikan jalan untuk bernegosiasi dengan pemerintah.
"Dari awal kami menjadi pimpinan DPR, Direktur Freeport itu ingin ketemu. Tapi saya nggak mau temui. Dan mereka terus mengejar-ngejar terkait perpanjangan," kata Fahri Hamzah di kompleks parlemen Senayan pada Selasa, 17 November 2015.
Fahri Hamzah mengatakan sejak awal DPR tidak menyetujui ada perpanjangan kontrak. Bahkan, ia justru kaget dengan pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said yang mengatakan ada pimpinan DPR yang mencatut nama Presiden Joko Widodo dalam renegosiasi kontrak Freeport. Menurut Fahri, Sudirman Said yang malah sejak awal ngotot ingin melakukan perpanjangan.
"Dalam rapat konsultasi dengan Presiden, keras sekali Presiden mengatakan, 'Saya sudah marah sekali kepada mereka.' Tidak ada pembicaraan tentang Freeport sampai 2019. Presiden ngomong begitu," kata Fahri.
Pada 6 Oktober lalu Presiden Joko Widodo pernah memanggil Presiden Komisaris Freeport-McMoran, James R. Moffet, dan Menteri Sudirman Said ke Istana. Di sana Jokowi memarahi Moffett karena melobi berbagai pihak untuk memperpanjang kontrak Freeport. Hingga akhirnya Menteri Sudirman mengirim surat kepada Freeport Indonesia yang menegaskan pemerintah belum menyetujui perpanjangan kontrak dan hanya memberikan kepastian bahwa Freeport hanya bisa menjalankan usahanya hingga akhir 2021.
Karena itu, untuk mengetahui kebenaran pencatutan nama, Fahri Hamzah meminta Sudirman agar segera memberikan bukti rekaman percakapan Setya Novanto yang diduga ikut melobi bos Freeport untuk mengadakan perpanjangan kontraknya di Indonesia.
"Saya mau dengar rekamannya. Yang jelas saya kaget kok bisa ada perusahaan asing merekam seorang pimpinan lembaga negara di Indonesia lalu itu dibocorkan menjadi opini publik dan bekerja sama dengan seorang menteri menggunakan data itu," kata Fahri.
DESTRIANITA K.