TEMPO.CO, Bandung - Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan, sudah lebih dari separuh produk makanan yang beredar di wilayahnya berlabel halal. “Produksi barang olahan yang ada di Jawa Barat sudah di atas 50 persen ada sertifikat halal dari MUI (Majelis Ulama Indonesia),” kata dia selepas penyerahan simbolis ribuan seritifkat halal untuk produk makanan olahan UKM di Bandung, Kamis, 29 Oktober 2015.
Aher, sapaan Ahmad Heryawan mengatakan, ada 18 kabupaten/kota di Jawa Barat yang mencatatkan lebih dari 50 persen bahan makanan olahan yang beredarnya berlabel halal. “Jawa Barat satu-satunya provinsi yang dinobatkan oleh MUI sebagai provinsi halal,” kata dia.
Menurut Aher, pemerintah provinsi setiap tahun menambah dana bantuannya untuk memfasilitasi usaha kecil yang memproduksi bahan olahan agar mendapat sertifikasi halal dengan gratis. Tahun ini misalnya, pemerintah Jawa Barat memfasilitasi 2.125 produk UKM untuk mendapat label halal dari MUI. Setahun sebelumnya bantuan serupa diberikan untuk 1.500 lebih UKM.
Aher mengatakan, kebijakan serupa juga dilakukan mayoritas daerah di Jawa Barat. “Saat bersamaan di kabupaten/kota sudah mengganggarkan untuk 100 UKM sampai 500 UKM, kita 2 ribuan untuk sertifikasi halal,” kata dia.
Dia optimistis jumlahnya makin banyak dengan ditetapkannya Undang-Undang 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal. “Lembaga yang berhak melakukan sertifikasi tidak hanay LPPOM MUI, tapi lembaga manapun asal ijinnya sudah keluar dan diverifikasi,” kata Aher.
Menurut Aher, minimnya lembaga penguji itu yang menjadi kendala untuk menggenjot penambahan produk olahan yang berlabel halal di Jawa Barat. “Kita bisa lebih banyak lagi, hanya waktunya tidak sebentar, satu per satu di periksa. Sementara LPPOM MUI hanya ada satu di Jawa Barat sehingga cukup lama,” kata dia.
Aher mengatakan, penyematan label halal selain memastikan produk bahan olahan aman di konsumsi, juga untuk mendorong daya saing produk olahan Jawa Barat saat masyarakt ekonomi Asean dibuka. “Selain untuk daya saing, juga ketentraman mengkonsumsi ketika ada label halal,” kata dia.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat Ferry Sofwan Arief mengatakan, pemerintah provinsi bersama DPRD juga tengah menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembinaan dan Pengawasan Produk Higienis dan Halal. “Bergulir kata-kata higienis dan halal itu karena pemahaman kami dan LPPOM MUI mencoba menerjemahkan pengertian halalan toyiban itu perlu yang higienis dan halal,” kata dia di Bandung, Kamis, 29 Oktober 2015.
Ferry mengatakan, pengajuan satu produk bahan makanan olahan mendapat sertifikasi hala harus mengantungi dulu SPP IRT atau sertifikat pangan rumah tangga yakni penilaian higienis oleh Dinas Kesehatan setempat. “Praktek itu sudah dilakukan, ini yang ditegaskan kembali dalam rancangan Perda,” kata dia.
Menurut Ferry, saat ini masih menunggu Peraturan Pemerintah yang mengatur lebih teknis lagi tentang pelaksanaan Undang-Undang Jaminan Produk Halal. Undang-Undang itu misalnya mengamanatkan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal yang akan mengatur penyelenggaraan jaminan produk halal, termasuk memberikan akreditasi bagi lembaga yang berminat menjadi penguji produk halal sebelum mendapat penetapan halal oleh Komisi Fatwa MUI.
Ferry mengatakan, saat ini hanya LPPOM MUI lembaga satu-satunya yang memeriksa bahan makanan olahan untuk mendapat sertifikasi halal. Pemerintah Jawa Barat, tahun ini mengganggarkan Rp 3,5 miliar untuk memfasilitasi pengurusan sertifikasi halal untuk produk UKM. “Dana itu termasuk sosialisasi,” kata dia.
AHMAD FIKRI