TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Suhardi mengecam penyediaan tenaga pendamping desa yang dicampur aduk dengan urusan politik. Pendamping desa, kata dia, harus netral. "Kami tak setuju kalau ada partai yang ikut campur dalam pendampingan desa," ujar Suhardi ketika dihubungi, Selasa, 27 Oktober 2015.
Sebelumnya, beredar kabar calon pendamping dana desa di Kabupaten Sukabumi dipaksa membuat komitmen di atas surat berlogo Partai Kebangkitan Bangsa. Isi perjanjian itu adalah kesediaan mereka menjadi kader PKB dan menyetor 10 persen upah yang mereka peroleh kepada PKB jika terpilih sebagai pendamping dana desa tingkat kecamatan.
Lengkapnya ada lima poin. Pertama calon pendamping harus bertanggung jawab, memonitor, dan menjalankan pelaksanaan dan program pendampingan anggaran desa. Kedua, harus mematuhi kaidah dan aturan yang berlaku dalam pelaksanaan program. Ketiga, bersedia menjadi kader PKB dan bersedia menjalankan atau membantu membesarkan PKB.
Keempat, bersedia untuk sepenuhnya memberikan komitmen sebesar 10 persen dari nilai gaji yang dihasilkan sebagai pendamping kecamatan setiap bulan selama menjadi pendamping. Kelima, apabila kemudian hari ternyata pernyataan ini dilanggar, maka pendamping tersebut bersedia untuk diajukan oleh DPC PKB Kabupaten Sukabumi untuk diberhentikan sebagai pendamping kecamatan dan bersedia menerima sanksi.
Suhardi mengaku sempat mendengar isu adanya edaran tersebut. Namun dia belum pernah melihatnya. "Sempat ada isu seperti itu, namun tak spesifik menyebut PKB," kata dia.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Djafar membantah beredarnya surat perjanjian bahwa pendamping desa harus masuk Partai Kebangkitan Bangsa. Marwan adalah politikus PKB dan pernah menjabat sekretaris fraksi di parlemen.
Program pendampingan desa adalah program yang digagas Kementerian Desa untuk mengawasi penggunaan anggaran desa agar tepat sasaran.
TIKA PRIMANDARI