TEMPO.CO, Purwakarta - Bupati Purwakarta, Jawa Barat, Dedi Mulyadi, meminta pemerintah pusat menyetarakan status lulusan pesantren dengan sekolah yang mengajarkan pendidikan formal. "Sebab, para santri adalah penjaga pendidikan dan kebudayaan," katanya, dihadapan 5.000-an santri yang menghadiri deklarasi Hari Santri Nasional ke 1, tadi malam.
Kecuali itu, kata Dedi, jasa para santri juga sangat besar terhadap negara dan bangsa Indonesia. "Para santri tempo dulu melakukan perlawanan langsung terhadap penjajah dalam upaya memerdekakan Indonesia," kata Dedi memberikan alasan lainnya.
Dalam kehidupan masyarakat sekarang ini, lanjut Dedi, juga menunjukan bahwa mayoritas pendidikan nonfromal yang hidup dan berkembang di masyarakat dikelola oleh para lulusan pesantren. "Jadi, kemampuan lulusan pesantren itu tak diragukan lagi," kata Dedi.
Dedi mengatakan, tak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak membangun kesetaraan antara pendidikan pesantren dengan pendidikan formal. Selama ini, pemerintah mengakui bahwa pesantren sebagai basisi pendidikan kultur, tetapi, secara struktural tidak diakui."Sekarang, pemerintah sudah saatnya membuat ketentuan yang menyatakan bahwa lulusan pesantren berdasarkan strata pendidikannya setara dengan sekolah umum," ujar Dedi.
Ketua Nahdlatul Ulama Cabang Purwakarta, K.H Abun Bunyamin, mengapresiasi usulan Dedi tersebut. Ia mengatakan, para lulusan pesantren saat ini tak memiliki standar baku sebagai penghargaan dari pemerintah. "Kecuali jika mereka sambil nyantren ikut sekolah di madrasah tsanawiayah dan aliyah yang berada di bawah naungan Kementerian Agama, baru diakui memiliki kesetaraan dengan lulusan SMP dan SMA," kata Abun menjelaskan.
Ada pun, jika seorang santri tak mengikuti pendidikan formal, berapa pun lamanya dia menggeluti ilmu di pesantren, sama sekali tak ada penghargaan dari pemerintah. "Ironis memang," ujar Abun.
NANANG SUTISNA