TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah Wahyu Susilo mengatakan belum ada perubahan signifikan dalam setahun pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan wakilnya Jusuf Kalla (JK).
Anis menuturkan, perubahan nomenklatur Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menjadi Kementerian Ketenagakerjaan seharusnya bisa mendorong institusi ini fokus pada kebijakan ketenagakerjaan (perburuhan) baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Selain itu, seharusnya persoalan buruh migran tak lepas kaitannya dengan kebijakan perburuhan di dalam negeri.
"Namun demikian, hingga setahun pemerintahan Jokowi-JK perubahan nomenklatur tersebut tidak membawa reformasi signifikan dalam kebijakan ketenagakerjaan," tutur Anis dalam siaran persnya, Selasa 20 Oktober 2015.
Kementerian ini, kata Anis, malah melanjutkan kebijakan-kebijakan kontradiktif dari menteri sebelumnya mengenai road map penghapusan PRT migran. "Dalam perspektif hak asasi manusia, argumen pelarangan PRT migran ke luar negeri sebagai langkah perlindungan adalah sesat pikir," katanya.
Baca juga:
Tempo.co Raih Hassan Wirajuda Award 2015
Jokowi: Hentikan Bullying, Sekolah Harus Jadi Tempat Nyaman
Alasannya, Anis melanjutkan, dalam prakteknya, langkah moratorium dan penghentian permanen hanya menghasilkan potensi pembesaran praktek perdagangan manusia atasnama penempatan buruh migran. Ironisnya, Anis berujar, pada era pemerintahan saat ini, moratorium penempatan buruh migran menjadi kebijakan permanen yang dilegitimasi dengan Permenaker No. 260 Tahun 2015 tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke 19 negara tujuan di Timur Tengah yang berlaku efektif sejak Juli 2015.
Selanjutnya, penelitian Migrant Care menyatakan....