Hal berikutnya, yang menurut Anis adalah tamparan keras buat pemerintahan Jokowi-JK adalah eksekusi mati terhadap dua orang PRT Migran Indonesia yang bekerja di Arab Saudi yakni Siti Zaenab dan Karni, secara berturut-turut pada April 2015. "Meski kasus-kasus hukuman mati terhadap buruh migran adalah akumulasi dan warisan kasus-kasus dari lemahnya komitmen perlindungan pemerintahan sebelumnya, namun pemerintahan Jokowi-JK tetap harus bertanggungjawab atas situasi tersebut," tuturnya.
Soal ini, Anis mengatakan upaya pembelaan pemerintah RI terhadap buruh migran Indonesia yang terancam hukuman mati di luar negeri terbentur dengan sistem hukum di dalam negeri yang masih menerapkan hukuman mati.
Simak juga:
Empat Kemungkinan Cara Alien Bereproduksi
Indra Brugman dan Wanita Bercadar Diduga Sudah Menikah
Hingga April 2015, pemerintah RI telah mengeksekusi mati 14 terpidana mati kasus narkoba dan pembunuhan. Langkah diplomasi tingkat tinggi yang dilakukan Presiden Jokowi dengan Raja Saudi Arabia pada awal September 2015 untuk pembebasan PRT Migran dari hukuman mati patut diapresiasi. "Namun langkah ini akan sia-sia jika tidak ada langkah progresif pemerintah Indonesia untuk mengakhiri praktek pemidanaan hukuman mati," kata Anis.
Hingga setahun Jokowi-JK, Anis menyatakan pemerintah juga belum kunjung secara proaktif dalam mengimplementasikan Konvensi Internasional Tahun 1990 tentang Perlindungan Hak-hak Buruh Migran dan Anggota Keluarganya (yang telah diratifikasi dengan UU No. 6/2012) serta masih enggan untuk menyusun peta jalan menuju Ratifikasi Konvensi ILO 189/2011 tentang Kerja Layak Bagi PRT.
Atas situasi seperti tersebut, Migrant Care menyatakan sepanjang satu tahun pemerintahan Jokowi-JK masih jauh dalam mewujudkan visi-misi Nawacita menghadirkan negara dalam perlindungan buruh migran Indonesia. Anis mengatakan pemerintahan Jokowi-JK harus benar-benar serius untuk membenahi politik perburuhan yang masih tuna perlindungan untuk melengkapi politik luar negeri Indonesia yang sudah “on the track” memprioritaskan perlindungan warga negara. "Ini juga harus didukung oleh politik perlindungan HAM yang konsisten menuju peta jalan penghapusan pidana mati di Indonesia," tuturnya.
LARISSA HUDA