TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Laut, Laksamana (Purn) Marsetio mengingatkan bahwa potensi konflik di tahun mendatang berada di perbatasan maritim. Potensi ini dipicu oleh perebutan sumber daya alam antarnegara yang wilayahnya bersinggungan.
"Ada 10 batas maritim yang rawan konflik ke depan," kata Marsetio dalam seminar nasional tentang sistem keamanan maritim guna mendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara maritim yabg berdaulat. Acara ini berlangsung di Lembaga Ketahanan Nasional Jakarta, Selasa, 20 Oktober 2015.
Dalam waktu dekat, Marsetio mencontohkan, salah satu yang berpotensi konflik dalam perebutan sumber daya alam di laut Cina Selatan. "Ujung-ujungnya terjadi perebutan hegemoni di kawasan tersebut selain karena bosan dengan perang dan hegemoni yang terjadi di Eropa," kata dia.
Sebelumnya, Gubernur Lemhanas RI, Budi Susilo Soepandji, mengatakan bahwa pembangunan telah memasuki fase baru melalui maritim sehingga aspek keamanan patut dibenahi. "Ini menjadi faktor penentu program pemerintah," kata Budi saat membuka
Dalam seminar tersebut direkomendasikan pentingnya membuat undang-undang keamanan maritim, membentuk infrastruktur yang mendukung keamanan maritim dan membentuk SDM profesional sesuai kebutuhan. Selain itu, seminar ini merekomendasikan agar segera disusun draf RUU Kemaritiman dan peningkatan anggaran infrastruktur kemaritiman.
Hadir pula dalam acara seminar tersebut Staf Ahli Bidang Ketahanan Nasional Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Laksamana muda Agus Setiadji, Pakar Maritim UI Chandra Motik Yusuf.
Pembangunan di bidang maritim menjadi prioritas pemerintahan Presiden Joko Widoso-Jusuf Kalla. Wujud prioritas itu antara lain pembangunan infrastruktur pelabuhan dari Aceh hingga Papua. Pencegahan pencurian ikan dengan penenggelaman kapal-kapal yang dipakai menangkap ikan secara ilegal.
ARKHELAUS WISNU