TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan penyelenggaraan program bela negara ini akan dimasukkan dalam kurikulum. "Biar seragam. Jangan sampai tidak seragam nanti ada yang lebay lagi," kata Ryamizard di gedung Nusantara II DPR, Jakarta, Senin, 19 Oktober 2015.
Menurut Ryamizard, program bela negara ini bukanlah latihan fisik. Ia menerangkan fokus dari program ini adalah untuk melatih otak. Maksudnya adalah, untuk membangkitkan rasa bangga, cinta, dan setia terhadap negaranya. "Jangan sampai itu ada lagi ojek versus Go-Jek," ucapnya.
Nantinya, kata Ryamizard, hanya kader yang akan digembleng dengan pelatihan-pelatihan khusus. Sementara, warga lainnya hanya akan menerima pelatihan dari kader tersebut. Untuk detail program Ryamizard sendiri belum membahas lebih jauh.
Program ini, Ryamizard melanjutkan, penting untuk menanamkan rasa bakti terhadap negara. Rymizard bahkan memuji negara Korea yang dinilai baik dalam hal bela negara. Ia berharap dengan adanya program ini dapat meningkatkan rasa rela berkorban bagi negara.
Ryamizard juga mengungkapkan program ini kurang-lebih sama dengan kegiatan Pramuka, hanya saja dipertajam tujuannya. Untuk proses kegiatannya, Ryamizard akan ada penyuluhan hukum, dan sosialisasi hak asasi manusia.
Ditemui di tempat terpisah Panglima TNI Gatot Nurmantyo masih enggan membicarakan perihal bela negara. Ia merasa itu di luar kapasitasnya sebagai panglima TNI. "Tanya sama Kemenhan," kata Gatot di kompleks DPR.
Program bela negara merupakan program yang diusulkan Rymizard. Program ini awalnya akan diluncurkan hari ini. Namun, agenda itu diundur hingga 22 Oktober mendatang. Program ini dikabarkan menargetkan 100 juta orang untuk dilatih.
Hingga saat ini masih banyak pro dan kontra terhadap program ini. Komisi Pertahanan DPR bahkan mempertanyakan dasar hukum dari program ini. Namun, Ryamizard menegaskan bahwa landasan dari peraturan bela negara adalah Undang-Undang Dasar.
MAWARDAH NUR HANIFIYANI