TEMPO.CO, Jakarta - Museum Nusantara di Kota Delft, Belanda, menawarkan 18 ribu benda koleksinya kepada pemerintah Indonesia. Krisis keuangan diperkirakan menjadi penyebab banyak museum di Belanda kesulitan membiayai perawatan koleksi.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kacung Marijan mengatakan tawaran itu datang melalui surat yang dikirimkan ke kementeriannya pekan lalu. “Baru minggu-minggu ini suratnya,” kata Kacung dalam workshop museum di Yogyakarta, Ahad malam, 18 Oktober 2015.
Menurut Kacung, koleksi museum tersebut merupakan benda yang berkaitan dengan budaya Nusantara. Beberapa di antaranya berbahan emas dan perak. Meski demikian, ia belum mendapat keterangan pasti jenis dan bentuk benda yang ditawarkan ke Indonesia. Saat ini, Kementerian telah mengirimkan beberapa orang ke Belanda untuk melihat kondisinya. “(Hasil sementara) ada 14 ribu benda koleksinya,” ujarnya.
Untuk memastikan kembali jumlah dan jenis benda yang ditawarkan, Kementerian kembali mengirimkan orang pada bulan depan. Rencananya, menurut Kacung, benda-benda itu akan disimpan di sebuah tempat (storage) seluas 1 hektare di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta. Kalaupun ada kendala penyimpanan di tempat itu, ia berjanji akan menyewakan tempat khusus sebagai lokasi penyimpanannya. “Nantinya benda-benda itu akan jadi bagian dari koleksi Museum Nasional,” tuturnya.
Kacung mengakui masih ada sejumlah kendala dalam mengelola museum di Indonesia. Misalnya, kualitas petugas dan kondisi fisik museum. “Tapi sekarang masih lebih baik dibanding (tahun-tahun) sebelumnya,” ucapnya.
Ia mengatakan upaya perbaikan kualitas museum terus dilakukan hingga kini. Salah satunya melalui workshop per museum. Di sisi lain, Direktorat Jenderal Kebudayaan juga sedang melakukan survei kondisi museum. Dari sekitar 300 museum di Indonesia, survei telah dilakukan di 100 museum. Selain sebagai basis data rencana perbaikan, survei ini merupakan bahan bagi akreditasi museum di Indonesia.
Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Harry Widianto mengatakan workshop museum di Yogyakarta ini merupakan realisasi dari kerja sama pada bidang kebudayaan antara Indonesia dan Afganistan yang difasilitasi UNESCO. Kerja sama ini bermula dari pertemuan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan Presiden Hamid Karzai di sela Forum Demokrasi di Bali pada 2011. Pertemuan itu lalu dilanjutkan dengan penandatanganan perjanjian kerja sama tingkat menteri dari kedua negara. Bentuknya meliputi pertukaran keterampilan dan pengetahuan dalam program pelestarian budaya.
Indonesia dan Afganistan dinilai memiliki kesamaan peninggalan budaya. Di Indonesia, dengan mayoritas penduduk muslim, situs warisan agama Buddha, Borobudur; dan agama Hindu, Candi Prambanan, tetap lestari hingga kini. Sayangnya, kondisi itu tak berlaku di Bamiyan, sebuah situs peninggalan agama Buddha di Afganistan, yang rusak akibat perang.
ANANG ZAKARIA