TEMPO.CO , Jakarta:Pembuatan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Tindak Pidana saat ini sedang dipercepat. "Kami akan dorong kuat, untuk memberikan dukungan kepada KPK dan PPATK mengejar harta atau aset dari tindak pidana," ujar Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Widodo Ekatjahjana, Kamis, 15 Oktober 2015.
Widodo menjelaskan, motivasi utama perumusan RUU itu adalah untuk memberikan penguatan langkah penegak hukum dalam memberantas praktek korupsi, termasuk money loundry atau pencucian uang. "Banyak uang dan aset mereka bawa keluar negeri. Dan kami masih belum bisa menyentuhnya. Padahal itu dari hasil korupsi dan kejahatan di dalam negeri," ucapnya.
Widodo berharap, RUU itu nanti bisa menjadi alasan yuridis penegak hukum untuk melakukan perampasan aset hasil kejahatan. Sebab, "Pemerintah tidak bisa serta merta merampas aset tanpa prosedur hukum. Oleh karena itu RUU ini dipersiapkan," ucapnya.
Namun, saat ini, RUU itu masih diperdebatkan. Salah satu penyebabnya adalah cakupannya menyangkut beberapa institusi. Terutama mengenai penentuan lembaga mana yang bakal memiliki wewenang melakukan penelusuran dan penyitaan. "Pada 2014, RUU ini sudah sampai ke Presiden, tetapi masih perlu sinkronisasi antara penegak hukum. Perlu menyamakan persepsi terutama menyangkut objek dan subjek. Harus ada kesepahaman bersama."
Widodo berharap pengesahan RUU itu bisa dipercepat. "Kalau pemerintah konsen dengan langkah pemberantasan korupsi, salah satu kebijakan yang memang harus diambil segera adalah bagaimana RUU ini bisa (jadi) di 2016. Pemerintah harus proaktif, karena ini bagian dari janji Presiden untuk pemberantasan praktik-praktik korupsi."
Hari ini Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, mengadakan sosialisasi Rancangan Undang-Undang Tentang Perampasan Aset Tindak Pidana di kantor Dirjen Perundang-undangan Kemenkumham. Ketua tim penyusun RUU Perampasan Aset Tindak Pidana, Suhariyono A.R., mengatakan, latar belakang RUU ini adalah kondisi sistem hukum di Indonesia belum memiliki UU atau ketentuan khusus yang mengatur tentang perampasan aset hasil tindak pidana tanpa putusan pengadilan dalam perkara pidana. Ia menjelaskan, RUU ini mengatur tentang penelusuran, pemblokiran, penyitaan, dan perampasan aset tindak pidana. "Sekaligus mengatur pengelolaannya," ujarnya.
REZKI ALVIONITASARI