TEMPO.CO, Makassar - Kepergian Nurul Fatimah, 26 tahun, bersama dua anaknya, Rayya Adawiyah Karimah, 3 tahun, dan Muhammad Rafli Afif, 1 tahun, meninggalkan duka yang mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan. Apalagi Nurul merupakan sosok periang.
Nurul dan dua anaknya menjadi korban jatuhnya pesawat Twin Otter milik Aviastar di hutan Gunung Bajaja, Dusun Gamaru, Desa Ulusalu, Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu. Pesawat hilang kontak setelah lepas landas dari Masamba ke Makassar, Jumat, 2 Oktober 2015, dan ditemukan jatuh di Gunung Bajaja, Senin malam.
"Kami kehilangan sosok ceria serta selalu membuat keluarga dan sahabatnya tertawa. Canda guraunya tidak akan pernah lagi kami dengar," kata Muhajir Mustafa, ayah Nurul Fatimah, di Rumah Sakit Bhayangkara, Selasa malam. (Lihat video Kronologi Pesawat Aviastar, Dari Bandara Andi Jemma Hingga Ditemukan di Luwu Selatan, Seluruh Penumpang Aviastar Meninggal)
Menurut Muhajir, Nurul sempat mengutarakan keinginannya memiliki banyak uang agar bisa berbagi dengan sesama. "Saya masih ingat itu pesan Nurul kepada ibunya. Dia bilang: ‘kalau banyak uangku, aku ingin membahagiakan sesama’. Tapi sepertinya ini tidak akan pernah terwujud," ujar Muhajir.
Muhajir tidak menyangka kepulangan anak tertua dari empat bersaudara untuk melepas rindu itu justru meninggalkan duka mendalam karena pesawat yang ditumpangi Nurul mengalami musibah. Muhajir menjelaskan, rencananya ketiga jenazah disemayamkan di rumah duka di Jalan Sunu Lorong. Kemudian akan disalatkan di masjid dekat rumah, lalu dimakamkan di Maros.
Suami Nurul Fatimah, Kamaruddin Usman, juga lebih banyak diam. Saat akan dimintai keterangan, Kamaruddin hanya mengatakan, "Sebentar, ya," kemudian berlalu.
Pesawat Twin Otter milik maskapai penerbangan Aviastar jatuh di hutan Gunung Bajaja, Dusun Gamaru, Desa Ulusalu, Kecamatan Latimojong, Kabupaten Luwu, dan menewaskan sepuluh awak beserta penumpang, yang terdiri atas tujuh orang dewasa, dua bayi, dan satu anak.
IIN NURFAHRAENI DEWI PUTRI