TEMPO.CO, Jakarta - Bencana asap dari kebakaran lahan dan hutan mengganggu kegiatan belajar mengajar di sekolah. Di Pekanbaru, sekolah diliburkan selama satu bulan.
"Sejak Idul Fitri sampai sekarang, baru masuk seminggu lalu libur lagi,” kata Mia Purwandari, warga Pekanbaru, saat dihubungi Tempo, Rabu, 7 Oktober 2015.
Mia menceritakan aktivitas belajar hanya terjadi dengan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru. “Siswa SMP, Senin dan Kamis masuk sekolah untuk ambil tugas. Kalau yang SD libur,” ucapnya.
Imbauan libur dikeluarkan pihak sekolah berdasarkan pengarahan Dinas Pendidikan. “Jadi setiap Senin itu masuk, lihat pengumuman di papan, bila tidak ada kegiatan ya pulang lagi.”
Mia dan suaminya sedang menimbang-nimbang apakah akan mengungsikan anak-anaknya yang saat ini masih berada di Pekanbaru, ke luar Riau. Sejumlah warga telah mengungsikan anak-anaknya ke Sumatera Barat yang relatif lebih bersih udaranya.
Masalah lain dari bencana asap kali ini adalah soal transportasi udara. Saat ini Mia hendak menuju Denpasar dan tidak bisa terbang melalui Bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru.
Sejak Senin lalu, bandara ditutup karena asap makin tebal. Walhasil Mia harus naik mobil ke Padang agar bisa terbang dari bandara di sini. “Sepanjang jalan, jarak pandang kurang dari 1000 meter,” katanya.
Ia mengeluhkan lamanya waktu yang perlu ditempuh dari Pekanbaru menuju Padang dengan jalur darat. Butuh waktu 8 jam dengan mobil pribadi dan 12 jam menggunakan mobil travel.
"Benar-benar suatu perjuangan untuk keluar dari Pekanbaru,” ujarnya. Apalagi sepanjang jalan tertutup asap. Beruntung tidak ada asap di Padang dan dia bisa terbang menuju Denpasar.
Selain Mia Purwandari, ribuan warga Riau lainnya marah dengan kabut asap yang tidak pernah reda semenjak dua bulan lalu. "Ini seperti membunuh secara pelan-pelan 6,3 juta orang Riau," ujar salah satu pernyataan protes.
Memang, ada 55 ribu orang yang terkena infeksi saluran pernafasan. Kebanyakan adalah usia di bawah lima tahun. Mereka mendesak Presiden Joko Widodo mengambil tindakan seius.
AHMAD FAIZ IBNU SANI