TEMPO.CO, Jakarta - Ada pepatah Inggris yang menyebutkan sebuah gambar bermakna sejuta pesan. Sebuah potret juga dapat mengungkap berbagai peristiwa sejarah, antara lain proklamasi. Dalam Pameran Foto “70th HistoRI Masa Depan” yang digelar di Galeri Foto Jurnalistik Antara, Pasar Baru, Jakarta Pusat, terdapat 13 foto langka detik-detik proklamasi yang jarang sekali dilihat masyarakat.
Lewat foto-foto itu dan referensi pustaka, sejarawan Rushdy Hosein dan kawan-kawannya merekonstruksi urutan pembacaan naskah proklamasi. Acara itu diawali dengan sambutan dari Soewiryo selaku Wakil Wali Kota Jakarta Raya, lalu sekapur sirih dari Mohammad Hatta, proklamasi, pengibaran bendera Merah Putih, dan doa yang dipimpin Sukarno. (Baca: Apakah Bung Karno Berdoa Saat Proklamasi?)
“Setelah acara itu, laskar pendukung kemerdekaan yang datang terlambat disambut Bung Karno dengan pekikan ‘Merdeka’,” kata Rushdy sambil menunjuk salah satu foto kepada Tempo, Selasa dua pekan lalu.
Keterlambatan itu terjadi karena lokasi proklamasi berubah. Mulanya proklamasi bakal digelar di Lapangan Ikada. Namun, karena suasana kurang kondusif, lokasi digeser ke beranda rumah Sukarno di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta Pusat.
Rekonstruksi itu juga melibatkan penyusunan teka-teki identitas tokoh-tokoh dalam foto. Latief Hendraningrat dan Soehoed, misalnya, mengibarkan Merah Putih setelah mengambil bendera dari baki yang dibawa Mujinah, salah seorang tokoh pergerakan nasional.
Posisi Dr Muwardi, Fatmawati, S.K. Trimutri, sampai mahasiswa kedokteran dalam foto juga dibahas. Termasuk nyanyian spontan lagu Indonesia Raya saat bendera sudah mencapai setengah tiang. Ada juga misteri tentang identitas tokoh berkacamata dan berseragam PETA yang berdiri di samping Sukarno.
Topik Pilihan: G30S 1965 - Pembunuhan Jenderal
Pameran yang digelar hingga pertengahan Oktober 2015 ini, antara lain, menampilkan ratusan foto milik Indonesia Press Photo Service (IPPHOS), ratusan foto langka 1945-1949 dari Museum Bronbeek—museum Koninklijke Nederlands-Indische Leger (KNIL) di Belanda, dan 13 foto detik-detik proklamasi.
Tiga belas foto yang dipajang itu merupakan reproduksi kedua dari foto asli yang disimpan di Koninklijke Bibliotheek—atau perpustakaan kerajaan di Den Haag, Belanda. Pada Agustus 1996, Rushdy membawa reproduksi pertama foto-foto itu dari Belanda ke Indonesia untuk diteliti. Lewat foto-foto itu dan referensi pustaka, Rushdy Hosein dan kawan-kawannya merekonstruksi urutan pembacaan naskah proklamasi, sebelum disumbangkan ke Yayasan Bung Karno.
Dia yakin foto-foto dokumentasi ini sebenarnya milik Indonesia. “Saya rasa foto-foto ini disita Belanda selama agresi militer berlangsung,” ujar Rushdy. Rushdy juga menemukan foto-foto yang dipotret wartawan legendaris Rosihan Anwar di perpustakaan itu.
AMANDRA MUSTIKA MEGARANI | NURDIN KALIM