TEMPO.CO, Yogyakarta - Kota Yogyakarta menjadi salah satu kota terpilih untuk menghelat Pesta Sains 2015 bertema Perubahan Iklim. Acara berupa pameran yang berlangsung mulai 21 September hingga 4 Oktober 2015 itu dipusatkan di wahana keluarga Taman Pintar Yogyakarta.
Pesta Sains merupakan hasil kerja sama Kedutaan Besar Perancis dengan seluruh jaringan kerjasama kebudayaan di Indonesia (Institut Francais dan Alliances Francaises). Pameran di Yogyakarta merupakan rangkaian kegiatan serentak yang dilangsungkan sejak Agustus sampai Desember mendatang dengan kota berbeda seperti Surabaya, Bandung dan Jakarta.
Taman Pintar mendapat jatah berupa pameran interaktif bertajuk Iklim Berubah dan Kita?. Materi pameran disiapkan sebuah lembaga asal Perancis, Espace Mendes France, yang merupakan pusat sains, teknik dan industri yang berbasis di Kota Poitiers berkolaborasi dengan Meteo-France dan Universite de Poitiers.
“Pameran ini semakin melengkapi sejumlah wahana pembelajaran tentang iklim yang selama ini sudah dimiliki Taman Pintar,” ujar Kepala Unit Pelaksana Teknis Taman Pintar, Yunianto Dwi Sutono, Senin, 21 September 2015.
Dalam pameran itu pengunjung bisa menyaksikan sejumlah video, foto, maket, alat peraga dan panel penjelasan dalam bahasa Indonesia. Salah satunya video yang menjelaskan pemetaan dan perkembangan area bumi yang terdampak akibat efek pemanasan global yang mkain parah karena polusi dan kerusakan lingkungan.
Yunianto menuturkan, pameran keliling dunia bertema sama yang sebelumnya dihelat di Chile, Maroko, dan sekitar 40 institusi lainnya di Perancis itu sangat mendukung keberadaan Zona Cuaca, Iklim dan Gempa Bumi yang telah dimiliki Taman Pintar. “Dengan tujuan sama, mengkampanyekan pentingnya keseimbangan dan kelestarian lingkungan untuk mengantisipasi bencana bagi manusia,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Yogyakarta Halik Sandera mengakui sampai sekarang kampanye untuk mengantisipasi dampak buruk perubahan iklim, cukup sulit mendapatkan respon publik.
“Agar efektif, warga perlu mendapat teladan dari adanya penegakan regulasi soal lingkungan baik yang diterbitkan pemerintah daerah sampai pusat,” ujar Halik. Halik menuturkan, sejak munculnya istilah fenomena efek rumah kaca, negara-negara industri penghasil polusi karbon besar memberikan donasi bagi negara berkembang sebagai kompensasi.
“Namun negara-negara itu tak menghentikan tindakannya dan terus menyumbang polusi dalam skala besar yang merusak bumi, pemerintah pusat dan daerah bisa membentuk regulasinya guna mengendalikan polusi itu agar tak terjadi,” ujarnya.
PRIBADI WICAKSONO