TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Asia Timur dan Pasifik Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia Edi Yusup mengatakan kasus penyanderaan dua warga Indonesia di Papua Nugini sebagai kasus yang dipolitisasi. Menurut dia, pemerintah Indonesia sudah sangat memperhatikan dan banyak melakukan proyek pembangunan untuk Papua.
“Sebenarnya, kalau kita melihat, pemerintah sudah mulai membangun di Papua, tapi banyak yang melihat Papua dari sisi buruknya saja,” ucap Edi saat dihubungi Tempo di Jakarta, Selasa, 22 September 2015.
Sejauh ini, Edi menuturkan tidak akan membentuk tim investigasi terkait dengan kasus penyanderaan dua WNI pada 12 September 2015. Ia berujar, semua investigasi telah diserahkan kepada pemerintah Papua Nugini. “Kami masih menunggu hasil investigasi pemerintah Papua Nugini mengenai motif, jumlah pelaku, warga negara pelaku, dan keberadaan pelaku,” katanya.
Edi menyatakan investigasi dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah Papua Nugini. Ia juga menegaskan, sejauh ini, tidak ada usulan dari negara mana pun untuk membentuk tim bersama guna menyelesaikan permasalahan di Papua.
Saat ini, ucap Edi, pemerintah Indonesia melalui Konsulat Vanimo terus melakukan pemantauan dan melakukan koordinasi. “Pemerintah PNG berjanji akan memberikan hasil investigasi,” ujarnya.
Menurut Edi, pemerintah Indonesia tidak memberi tenggat waktu kepada pemerintah Papua Nugini dalam menyelesaikan investigasi. “Mudah-mudahan ada kabar secepatnya,” tuturnya.
Terkait dengan saran Utusan Urusan Hak Asasi Manusia di Jerman, Christoph Straesser, yang menyarankan agar Indonesia membentuk Pengadilan HAM dan Komisi Rekonsiliasi di Papua, ia mengatakan hal itu tidak perlu. “Itu mungkin dari sisi pandangan NGO (non-government organization), tapi tidak perlu. Itu bisa dicatat sebagai saran,” ucapnya.
ARKHELAUS WISNU