TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia Zaenal Abidin menjelaskan mengenai jual-beli sperma yang sempat membuat heboh Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, beberapa hari lalu. “Yang menyebarkan hanya cari sensasi,” katanya, Kamis, 10 September 2015.
Sebelumnya, warga Yogyakarta mendapat pesan berantai berisi ajakan menjual sperma. Dalam pesan itu disebut praktek jual-beli sperma berlangsung di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Pemilik sperma diminta membawanya sejam sebelum praktikum dimulai. Siapa pun yang membawa sperma, akan mendapat imbalan Rp 50 ribu.
Zaenal mengatakan menjual sperma sama seperti menjual organ tubuh. “Jual-beli sperma itu ilegal. Tidak boleh,” ujarnya. Ia pun mempertanyakan tujuan pesan itu. Apakah sperma akan digunakan untuk penelitian atau hal lain.
Bila untuk penelitian, Zaenal mempertanyakan apakah kampus itu memiliki berbagai alat untuk menunjang penelitiannya. Sperma yang digunakan untuk penelitian, kata Zaenal, harus berada pada suhu tertentu. Waktu penelitian sperma dengan dikeluarkannya sperma pun diperlukan waktu tertentu. “Apakah penelitian itu sudah resmi dan memiliki alat penyimpanan sperma tersebut?” tuturnya.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Tjandra Yoga Aditama mengatakan tidak ada jual-beli organ tubuh manusia, termasuk sperma. “Untuk penelitian, tidak ada istilah jual-beli, baik spesimen maupun data,” ucap Tjandra melalui pesan pendek. Menurut Tjandra, hal yang diperbolehkan dibayar oleh peneliti organ itu adalah biaya untuk menghubungi pendonor.
Tjandra mencontohkan, biaya yang boleh dibayarkan kepada pendonor itu adalah biaya transportasi. “Atau biaya yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan penelitian. Bukan membeli organnya,” katanya.
Adapun Zaenal mencontohkan dalam hal penelitian organ manusia. Jenazah yang akan digunakan untuk pembelajaran mahasiswa fakultas kedokteran biasanya tidak berbayar. Universitas akan meminta secara resmi kadaver atau mayat untuk pembelajaran itu. “Biaya pengiriman mayat itu yang akan ditanggung oleh universitas yang bersangkutan,” ujarnya.
Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan Anung Sugihantono berpendapat sama. Menurut dia, jual-beli organ melanggar aturan kedokteran. Ia mengatakan boleh saja seseorang meneliti organ manusia untuk aspek manfaat. Namun jual-beli organ berbeda dengan wujud etik kedokteran. “Jual-beli sperma itu tidak benar dalam aturan kedokteran,” tuturnya. Menurut dia, ada prosedur tersendiri bagi seorang peneliti mendapatkan organ manusia untuk bahan penelitiannya.
MITRA TARIGAN