TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung telah mengirimkan surat kepada Komisi Yudisial sebagai tanggapan atas rekomendasi sanksi bagi hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi. Surat berlabel rahasia tersebut berisi penolakan MA untuk menjatuhkan sanksi non-palu selama enam bulan terhadap hakim praperadilan Komisaris Jenderal Budi Gunawan.
"Intinya, rekomendasi tak bisa dilanjutkan," kata juru bicara MA, hakim agung Suhadi, Rabu, 19 Agustus 2015.
Ia menyatakan alasan utama penolakan karena rekomendasi KY adalah persoalan teknis yudisial yang dilakukan Sarpin dalam mengambil keputusan. Hal tersebut diklaim sebagai ranah MA. Badan Pengawasan MA sendiri sudah pernah memeriksa Sarpin terkait dengan teknis yudisial dalam pengambilan keputusan yang memenangkan Budi Gunawan melawan penetapan tersangkanya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Sarpin dinyatakan bersih dari kesalahan.
KY, menurut dia, hanya berwenang soal kode etik dan pedoman perilaku hakim. Putusan Sarpin tak bisa dikategorikan sebagai pelanggaran etik atau perilaku. Pasalnya, setiap hakim memiliki jaminan untuk bebas memberikan keputusan yang dijamin undang-undang.
"Kalau salah kutip kesaksian, bukan urusan KY," ujar Suhadi. "Biar pengadilan di atasnya yang akan menganulir kalau diajukan langkah hukum lanjutan."
Dalam rekomendasi yang dikirim KY setelah Idul Fitri, Sarpin juga dituding melanggar etik karena menerima jasa bantuan hukum secara gratis dari pengacara Hotma Sitoempul. KY menilai seorang hakim tak boleh berelasi atau menerima apa pun dari orang-orang yang kemungkinan akan beperkara, khususnya pengacara.
"Itu bukan gratifikasi. Itu tawaran bantuan hukum," tutur Suhadi.
FRANSISCO ROSARIANS