TEMPO.CO, Malinau - Sersan Satu Hery Nuryanto bergegas mengambil telepon genggam dan headset yang ia letakkan di kamar berdinding kayu itu. Sambil bersiul, ia berjalan sejauh 200 meter, menuju "Pondok Cinta".
Tak ada yang istimewa dari pondok kayu berlantai dua tersebut. Dibuat dari kayu-kayu disusun, bentuknya kotak dibagi menjadi empat ruang, atas dan bawah. Namun, pondok ini berjasa besar dalam menuntaskan rindu para prajurit penjaga perbatasan. Hanya di Pondok Cinta sinyal telepon seluler bisa ditangkap. Itu pun harus dengan cara menggantungkan telepon di dinding luar pondok.
Setelah menggantung teleponnya, Hery memasang headset yang ia tarik sehingga bisa menelepon sambil duduk. "Kalau bergeser sejengkal saja, hilang sinyalnya," ujar Hery.
Pondok kayu itu dinamakan Pondok Cinta oleh pasukan penjaga perbatasan yang bertugas sebelum Hery cs tiba di Long Nawang, Kecamatan Kayan Hilir, Malinau, Kalimantan Utara. Titik Long Nawang berbatasan langsung dengan Serawak, Malaysia. Mereka akan bertugas selama sembilan bulan, dua bulan telah dilewati. Di sini, mereka harus menjaga 800 patok perbatasan.
Hery adalah satu dari lima belas prajurit Batalyon Brawijaya 512 Baladhibya Yudha yang ditugaskan menjaga titik Long Nawang. Biasanya, kata Hery, setiap pagi dan malam hari mereka mengunjungi Pondok Cinta sekadar untuk menanyakan kabar orang-orang tersayang di kampung halaman. "Waktu Lebaran kemarin nyaris roboh karena 13 orang masuk semua ke sana," ujar Hery.
Baca berita menarik:
Wow! di Desa ini Tak Boleh Ada Pria Karena...
Gara-gara Tato Tak Pantas Ini, Istri Usir Suaminya
Uniknya, tak semua telepon seluler berfungsi di Pondok Cinta. Hanya ponsel keluaran lama yang bisa menangkap sinyal, sedangkan pemilik telepon cerdas keluaran terbaru hanya bisa gigit jari.
Hidup terpisah jauh dari keluarga sudah biasa dilakoni para penjaga tapal batas. Sebelum menjaga Long Nawang, mereka menjaga perbatasan antara Papua dan Papua Nugini selama 14 bulan. "Kita kan kalahnya cuma sama kertas, kalau sudah keluar surat perintah ya harus jalan, meskipun tak ada dana," kata dia.
Selama bertugas, istri dan anak mereka tinggal di asrama TNI di Surabaya. Meskipun para suami bertugas, istri tetap harus tinggal di asrama. Tujuannya supaya mereka tak diganggu dan mendapat fitnah selama ditinggal suami. "Namanya juga jauh, kan takut juga kalau dia ketemu orang lain," ujar Prajurit Kepala Abdul Halik.
Selanjutnya: Pos perbatasan...