TEMPO.CO, Yogyakarta - Sejumlah aktivis memamerkan 90 foto tentang Suku Asmat, Papua. Foto-foto itu adalah hasil jepretan tiga aktivis dari organisasi non-pemerintah di bidang pemberdayaan masyarakat, Yayasan SATUNAMA. Ada juga foto karya anggota Keuskupan Agats di Papua.
Pameran foto bertajuk Mengeja Asmat: Budaya, Perempuan, dan Anak digelar di Java Poetry “Rumahnya Budaya Jawa”, Yogyakarta, 12-18 Agustus 2015. Ini merupakan pameran kali kedua. Yayasan SATUNAMA sebelumnya menggelar pameran yang sama di Balai Soedjatmoko, Solo.
Mereka yang pameran yakni Maria Sucianingsih, Asep Nanda Paramayana, Peter P. Sarkol, Vallens Aji Sayekti, dan Ronaldus Mbrak. Di pedalaman Asmat, mereka menyatu dan bersahabat dengan alam. “Kami memotret keseharian Suku Asmat,” kata Koordinator pameran Asep Nanda Paramayana di Java Poetry, Rabu, 12 Agustus 2015.
Maria Sucianingsih menampilkan foto berjudul Dalam Gendongan Mama. Obyek dalam foto itu diambil di kampung Sa Er dan Bakase, Papua. Seorang ibu di depan bangunan berdinding kayu menggendong anak. Ibu itu tersenyum. Maria juga memotret suku Asmat yang sedang menari dalam foto berjudul Mengeja Eksistensi Asmat.
Perempuan-perempuan Asmat mengenakan rumbai-rumbai dan bertelanjang dada digambarkan menari. Mereka bersuka cita. Maria menampilkan narasi tentang menari, yang menjadi bagian ritual Suku Asmat. Kostum, hiasan, dan gerakan yang ekspresif dan spontan adalah bagian dari Asmat.
Sedangkan, Asep menampilkan 15 foto. Satu di antaranya adalah foto rumah memanjang, yang penuh Suku Asmat. Rumah itu disebut rumah Bujang atau Jew. Bangunan ini merupakan balai desa, yang digunakan lelaki Asmat berkumpul dan berembug untuk merencanakan upacara adat maupun acara keagamaan. Rumah Bujang menggambarkan kehidupan Suku Asmat yang dekat dengan alam.
Selain foto, pameran itu juga menampilkan lukisan kulit kayu, ukiran khas Asmat, tas, dan pentas kesenian. Penampilan kesenian di antaranya adalah seni tradisional Asmat dan pentas seni anak-anak Kali Code.
Asep mengatakan sejak tahun 2006, Yayasan SATUNAMA melakukan riset tentang Papua. Daerah itu menarik dengan peradabannya yang berumur tua. Kini, Suku Asmat mengalami peralihan budaya. Asep mencontohkan peralihan budaya itu pada sisi pemenuhan kebutuhan pangan.
Sagu yang menjadi makanan pokok Suku Asmat banyak ditukar dengan mie instan. Ikan yang mereka tangkap juga banyak dijual untuk membeli ikan dalam kaleng. Suku Asmat juga harus mengatur sistem pemerintahan lokal dan infrastruktur setelah menjadi kabupaten pada 2003. Padahal, ada keterbatasan kapasitas untuk mengelola potensi alam dan sumber daya manusia.
Koordinator Lembaga Java Poetry, Arifin menyambut baik pameran foto tentang Suku Asmat. Java Poetry menjadi ruang untuk kegiatan seni budaya Jawa. Di antaranya pertunjukan wayang orang, kelas kursus tari, ketoprak, dan kelas Bahasa Jawa. Pameran foto tentang Suku Asmat, kata dia, cocok digelar menyambut peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia. “Acara ini menyajikan persaudaraan dari bingkai nusantara,” kata dia.
SHINTA MAHARANI