TEMPO.CO, Yogyakarta - Sebanyak 75 koleksi emas milik Museum Sonobudoyo Yogyakarta yang dicuri lima tahun lalu terancam dihapus dari Register Cagar Budaya Nasional pada 2016. Sebab, berdasarkan Pasal 51 huruf b UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya disebutkan bahwa jika sebuah benda cagar budaya hilang dan dalam jangka waktu enam tahun belum ditemukan, maka akan dihapus dari register nasional.
Koordinator Masyarakat Advokasi Warisan Budaya (Madya) Johanes Marbun mengatakan Register Cagar Budaya Nasional merupakan daftar resmi kekayaan cagar budaya yang berada di dalam dan luar negeri. Selain lantaran hilang selama enam tahun, data koleksi juga bisa dihapus apabila koleksi tersebut musnah, kehilangan ujud dan gayanya yang asli, juga dalam perkembangannya diketahui benda tersebut bukan cagar budaya.
Meski nantinya dihapus dari daftar kekayaan cagar budaya, proses pencarian hilangnya koleksi emas Museum Sonobudoyo tetap dilanjutkan. “Kalau nanti berhasil ditemukan, maka bisa dicatatkan kembali di Register Nasional Cagar Budaya,” ujar Johanes, Senin, 10 Agustus 2015.
Persoalannya, menurut Johanes, sistem registrasi koleksi-koleksi museum masih amburadul. Benda cagar budaya yang ditemukan tidak dicatat secara detil. Misalnya, item-item emas temuan Madiyono dan warga Dusun Nayan, Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, pada 1960 akhir silam yang kemudian menjadi koleksi Sonobudoyo.
Madiyono dan warga diketahui tak hanya menemukan topeng emas, kalung, juga kepingan perlengkapan wayang berupa siluet yang semuanya dalam bentuk emas. Ada pula cincin emas. “Tapi dari 75 item emas yang hilang itu tidak ada yang menyebut soal cincin emas,” kata Johanes.
Dia menaruh kecurigaan tidak adanya pencatatan yang detil dan akurat saat penyerahan temuan-temuan emas tersebut dari warga kepada pihak museum. “Kalau belum tercatat dengan baik, apanya yang mau dihapus?” ucapnya.
Johanes menyesalkan sikap Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta yang dinilai tidak serius melakukan upaya pencarian atas benda-benda yang hilang tersebut. Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang dibentuk pada masa Kepala Dinas Kebudayaan DIY yang lama, yaitu Gusti Bendara Pangeran Haryo (GBPH) Yudhaningrat, kini juga tidak ada kabarnya. “Kami berharap ada perluasan pencarian. Tak hanya di DIY, tapi sampai luar negeri bersama Interpol,” kata Johanes.
Kepala Dinas Kebudayaan DIY Umar Priyono mengaku tidak memantau perkembangan proses penyelidikan polisi maupun tim PPNS DIY. “Iya, saya tahu mau kedaluwarsa (batas enam tahun). Nanti saya koordinasi dengan museum,” kata Umar.
PITO AGUSTIN RUDIANA