TEMPO.CO, Banda Aceh - Kepolisian Daerah (Polda) Aceh berhasil membekuk empat orang pelaku diduga jaringan perdagangan satwa liar dan kulit harimau. Mereka ditangkap secara terpisah dengan sejumlah barang bukti.
Kepala Subbidang Tindak Pidana Tertentu Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Aceh Ajun Komisaris Besar Mirwazi mengatakan polisi telah lama memburu para pelaku pendagangan satwa yang dilindungi itu.
Baca Juga:
“Penangkapan bermula dari informasi diperoleh dari intel, masyarakat, dan aktivis lingkungan tentang kulit harimau yang hendak diperjualbelikan,” ujar Mirwazi di Markas Polda Aceh, Senin, 10 Agustus 2015.
Setelah mengantongi informasi tersebut, polisi mengirimkan intelnya untuk menyamar sebagai pembeli. Penangkapan pertama sekali dilakukan terhadap Baharuddin, 42 tahun, pada Kamis pekan lalu, di Kecamatan Bandar Pusaka, Kabupaten Aceh Tamiang. Bersamanya ditemukan barang bukti berupa selembar kulit harimau yang masih basah, tulang, dan tengkorak harimau.
Setelah Baharuddin tertangkap, polisi kemudian mengembangkan kasus tersebut. Polisi pun berhasil membekuk tiga tersangka lain yang terkait jaringan tersebut. Mereka adalah Amir, 45 tahun; Sai, 34 tahun; dan Sahrun, 29 tahun. Mereka berasal dari Aceh Timur.
Berdasarkan pengakuan para tersangka, kata Mirwazi, mereka bekerja membagi peran dan tugas. Ada yang mencari pasar ke luar Aceh dan ada yang bertugas memburu harimau. Harimau yang telah dikuliti didapat di hutan Kecamatan Pindeng, Kabupaten Gayo Lues. “Harimau ditangkap dengan jerat rusa,” katanya.
Saat ini tersangka dalam tahanan Polda Aceh untuk diproses sesuai hukum. Mereka dapat dijerat dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem juncto Pasal 55 dan 56 KUHPidana. Ancaman pidananya 5 tahun penjara.
ADI WARSIDI