TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Yudisial menilai Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI Komisaris Jenderal Budi Waseso hanya memaknai hukum secara formal dalam menangani kasus Suparman Marzuki dan Taufiqurrahman Syahuri. Dua komisioner Komisi Yudisial itu menjadi tersangka kasus pencemaran nama baik.
“Budi Waseso hanya berpegangan pada KUHP,” kata juru bicara Komisi Yudisial, Imam Anshori Saleh, ketika dihubungi Tempo pada Jumat, 24 Juli 2015. Menurut Imam, Budi Waseso tidak melihat aspek Komisi Yudisial sebagai lembaga pengawas hakim. “Ini hanya untuk kepentingan ke depan.”
Kasus ini bermula pada komentar dua petinggi Komisi Yudisial itu atas putusan hakim Sarpin Rizaldi yang memenangkan gugatan Komisaris Jenderal Budi Gunawan melawan Komisi Pemberantasan Korupsi. Putusan Sarpin dinilai melenceng dari Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
Rencananya, Suparman dan Taufiqurrahman akan diperiksa penyidik pada Senin, 27 Juli mendatang. Iman menjelaskan, Suparman belum diketahui akan memenuhi panggilan itu. Sedangkan Taufiqurrahman dipastikan datang karena sudah dipanggil tiga kali. Jika sampai melakukan penahanan, Imam menyatakan Komisi Yudisial akan bersikap. “KY akan mempersoalkan jika penangkapan tanpa sepengetahuan presiden,” ucap Imam. "Polisi seharusnya tahu itu."
Berdasarkan Pasal 10 ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, Ketua, Wakil Ketua, dan anggota Komisi Yudisial dapat ditangkap atau ditahan hanya atas perintah Jaksa Agung setelah mendapatkan persetujuan presiden. Kecuali tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan atau, berdasarkan bukti permulaan yang cukup, disangka melakukan tindak pidana kejahatan dengan ancaman pidana mati.
SINGGIH SOARES