TEMPO.CO , Semarang: Partai Golkar Jawa Tengah menyatakan segera mengambil keputusan untuk mengusung calon kepala daerah dari keluarga inkumben menyusul adanya keputusan Mahkamah Konstitusi yang mencabut larangan keluarga inkumben maju dalam pilkada.
Bendahara Partai Golkar Jawa Tengah Sasmito menyatakan salah satu daerah yang akan mengusung keluarga inkumben adalah Kota Pekalongan. “Ibu Balqies Diab yang merupakan istri Wali Kota Pekalongan (Ba’asyir Ahmad) punya potensi bisa didorong menjadi calon Wali Kota,” kata Sasmito kepada Tempo, Jumat, 10 Juli 2015.
Selain menjadi istri pejabat, saat ini Balqies Diab juga menjabat sebagai Ketua DPRD Pekalongan. Sebelum ada keputusan MK, beberapa waktu lalu Ba’asyir sudah mengajukan surat pengunduran diri sebagai Wali Kota. Pengunduran diri ini ditengarai untuk melapangkan jalan istrinya menjadi calon wali kota. Sebab, saat itu keluarga inkumben dilarang maju sebagai calon kepala daerah.
Golkar setuju dengan mengusung calon keluarga inkumben. Sebab, kata Sasmito, setiap warga punya hak untuk dipilih dan memilih dalam pilkada. Tapi, kata Sasmito, Golkar tak akan sekoyong-konyong mengusung sembarang calon kepala daerah dari figur keluarga inkumben.
Menurut Sasmito, calon yang diusung Golkar harus memenuhi syarat-syarat agar bisa menang. Kata dia, dalam mengusung calon kepala daerah pasti harus memiliki banyak pertimbangan. “Kalau keluarga inkumben biasa-biasa saja ya tidak bisa,” kata Sasmito.
Golkar Jawa Tengah menilai selama ini istrinya bekas Wali Kota Pekalongan Ba’asyir Ahmad memiliki sepak terjang cukup baik di masyarakat. “Karena beliau menonjol ya banyak dukungan,” kata dia.
Saat ini, Golkar di 35 kabupaten/kota bersama Golkar Jawa Tengah masih terus menggodok nama-nama lain yang bakal diusung menjadi calon kepala daerah.
Sebelumnya, Basyir Ahmad mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wali Kota Pekalongan. Pengunduran ini diduga untuk melempengkan jalan istrinya menjadi calon Wali Kota. Sebab, dalam aturan yang lama keluarga inkumben dilarang maju. Belakangan, MK mencabut larangan tersebut.
Majelis konstitusi berpendapat Pasal 7 huruf r Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah, yang sebelumnya melarang hal tersebut, bertentangan dengan konstitusi. "Pasal tersebut melanggar hak konstitusi warga negara untuk memperoleh hak yang sama dalam pemerintahan," kata hakim konstitusi Anwar Usman.
Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 melarang calon kepala daerah memiliki konflik kepentingan dengan kepala daerah inkumben. Dalam penjelasan, yang dimaksud sebagai "konflik kepentingan" adalah sang calon berhubungan darah, hingga ipar dan menantu, dengan pemimpin daerah, misalnya bupati atau gubernur. Aturan ini dibuat untuk mencegah terbentuknya dinasti politik, yang telah bermunculan di banyak daerah dan cenderung koruptif.
ROFIUDDIN