TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia berkukuh bahwa temuan klorin yang ada dalam pembalut wanita berbahaya bagi konsumen. Mereka justru menuding Kementerian Kesehatan tidak konsisten dan menabrak aturan yang dibuatnya.
Pengurus harian YLKI Tulus Abadi mengatakan bahwa hasil penelitian YLKI terhadap pembalut tersebut justru untuk mendukung regulasi yang dibuat oleh Kementerian, yaitu Permenkes No. 472 Tahun 1996 tentang pengamanan dan pengawasan bahan berbahaya. "Di sana disebutkan bahwa klorin merupakan bahan yang berbahaya, beracun, dan iritatif," kata Tulus dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 9 Juli 2015.
Menurut dia, sebagai bahan yang beracun dan iritatif, penggunaan klorin harus mempertimbangkan batas maksimum. "Ironisnya, Kemenkes justru menyatakan pembalut berklorin aman tanpa batas sedikit pun," kata Tulus. Dia justru curiga pernyataan Kementerian terlalu melindungi kepentingan industri pembalut dan abai terhadap kesehatan publik.
Tiga hari yang lalu YLKI mengumumkan hasil uji laboratorium terhadap pembalut wanita dan pantyliner. Dari hasil tersebut, terdapat sembilan merek pembalut dan tujuh merek pantyliner yang mengandung klorin dengan kadar yang sangat tinggi. Kadarnya rerata 06-55 ppm.
Menanggapi hal itu, Kementerian justru menyatakan sebaliknya. Menurut mereka, klorin pada pembalut dinyatakan aman. Kementerian bahkan meminta agar YLKI mengkonfirmasi lagi hasil penelitiannya tersebut.
Menurut Tulus, YLKI telah mengkonfirmasi hasil penelitian tersebut jauh sebelum dipublikasi. YLKI juga telah mengirimkan surat konfirmasi sejak 06 April 2015. "Tetapi hingga hasil penelitiannya dipublikasi pada 6 Juli 2015, Kemenkes tidak memberikan tanggapan."
FAIZ NASHRILLAH