TEMPO.CO, Jakarta - Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Moeldoko geram dengan ulah Malaysia yang masih membolehkan pesawatnya melintas di atas Blok Ambalat di Kalimantan Utara. Padahal, kata dia, petinggi militer Malaysia setingkat panglima sudah sepakat tidak memasuki kawasan perbatasan itu.
"Sebenarnya kami sudah bersepakat dengan panglima mereka, ya, untuk masalah Ambalat jangan lagi ada di sana," ucap Moeldoko di Istana Negara, Senin, 15 Juni 2015. "Kita saling menjaga saja. Saya juga menjaga. Kami sudah sepakat."
Namun Malaysia seperti melanggar perjanjiannya dengan Indonesia. Moeldoko mengaku tak akan tinggal diam. Dia menuturkan akan mengambil tindakan. "Pasti nanti akan kami ingatkan lagi," ujarnya.
Moeldoko mengatakan, dalam mengambil tindakan itu, dia akan melakukan upaya diplomasi dengan Malaysia. "Kami dalam dunia diplomasi ada yang diawali dari soft diplomasi dulu, tanyakan kenapa dan apa alasannya mereka melakukan itu," ucapnya.
Blok Ambalat merupakan perbatasan udara antara Indonesia dan Malaysia di Kalimantan Utara. Wilayah tersebut masih rawan disusupi pesawat asing. Komandan Pangkalan Udara Tarakan Letnan Kolonel Tiopan Hutapea berujar, sepanjang 2015, ada sembilan pesawat asing yang masuk secara ilegal ke wilayah Ambalat. "Sebagai contoh, pada Februari terjadi empat kali pelanggaran," ujar Tiopan.
Menurut Tiopan, pelanggaran tersebut terjadi di wilayah A-7 atau Ambalat selatan. Area seluas lebih dari 300 mil laut itu masih menjadi persoalan bagi Indonesia dan Malaysia. Sebabnya, Malaysia langsung mengklaim sebagai negara kepulauan setelah Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan Pulau Sipadan dan Ligitan menjadi milik negeri jiran tersebut. Walhasil, Malaysia juga mengklaim mempunyai wilayah zona ekonomi eksklusif sejauh 200 mil laut dari garis pantai Sipadan dan Ligitan.
Bukan hanya Malaysia yang menerobos. Sepanjang tahun lalu, misalnya, terdapat tiga kasus serupa. Salah satunya adalah sebuah pesawat latih asal Australia yang memasuki wilayah udara Sulawesi Utara tanpa izin pada 22 Oktober 2014. Dua unit jet Sukhoi dari Landasan Udara Hasanuddin di Makassar akhirnya memaksa turun pesawat rute Darwin-Filipina tersebut.
REZA ADITYA