TEMPO.CO, Jakarta - Markas Besar Kepolisian mengklaim 16 warga negara Indonesia yang ditahan sebuah perusahaan judi di Kamboja tak berada dalam kondisi terkurung atau terikat seperti penyanderaan. Seluruh warga Selatpanjang dan Batam tersebut masih berada dan bekerja di perusahaan tersebut.
"Kami dapat informasi dari Interpol tak ada pengurungan. Perusahaan itu sebenarnya hanya ingin uangnya kembali," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigadir Jenderal Agus Rianto saat dihubungi, Sabtu, 17 Mei 2015.
Agus sendiri menyatakan kepolisian masih menunggu laporan terbaru soal perkembangan kasus tersebut dari Interpol dan Kedutaan Besar RI di Kamboja. Menurut dia, 16 WNI terseret dalam sengketa perdata antara perusahaan dengan supervisor bernama Jefry Sun.
"Kita akan dalami lagi tentu saja. Apakah benar kasusnya seperti itu," kata dia.
Polri juga belum bisa mengkonfirmasi soal keadaan 16 WNI tersebut di perusahaan judi. Interpol hanya memastikan seluruh warga Selatpanjang dan Batam tersebut masih beraktivitas seperti biasa. Hanya saja, perusahaan tak memberi izin pulang ke negara asal.
Kasus ini mulai terkuat saat salah satu keluarga WNI hendak mengirimkan uang yang diminta perusahaan judi tersebut sebagai tebusan. Pembayaran tersebut berhasil digagalkan Kepolisian Resor Kepulauan Meranti yang kemudian berkoordinasi dengan Mabes, Interpol dan Kementerian Luar Negeri.
Informasi sementara, perusahaan judi di Provinsi Kandal, Kamboja menahan karena supervisor yang membawa 16 WNI tersebut bernama Jefry Sun melarikan diri dengan uang Rp 2,1 miliar. Perusahaan tak mau melepaskan para pekerjanya hingga uang yang dibawa kabur Jefry terlunasi.
Data sementara, 13 warga Selatpanjang yang ditahan adalah Hendra Swandi, Sedi, Toni, Yang Yang, Johny, Teddy, Ade Hengki, Agus Rianto, Winson, Candra Lim, Wesly, dan Yanto. Sedangkan tiga warga Batam adalah Handy, Rusdiyanto dan Sukandy.
FRANSISCO ROSARIANS