TEMPO.CO , Yogyakarta- Sultan Hamengku Bawono X menjelaskan mengenai isi Sabda Raja pada Jumat petang, 8 Mei 2015. Sebuah kursi berwarna merah dipajang di tengah karpet bermotif di atas pendopo Ndalem Wironegaran Yogyakarta. Ada bantal merah berukuran kecil yang disandarkan ke kursi.
Sultan yang datang bersama dengan permaisuri Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas bersama keempat anak perempuan dan dua menantu itu memilih duduk tanpa kursi alias lesehan. Bantal berpenampang datar dan lebar dipilih untuk tempat duduknya.
“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,” ucap Sultan menyapa sekitar 100 orang yang hadir dan duduk lesehan mengelilinginya.
Lembaran berisi Sabda Raja dan Dhawuh Raja dikeluarkannya. Sultan memastikan lembaran itu asli, bukan fotokopi. Dalam lembaran berbahasa Jawa bagongan (bahasa keraton) itu tak ada ucapan salam pada awal dan akhir lembaran.
“(Sabda Raja dan Dhawuh Raja) ini dari Gusti Allah Gusti Agung kuwasa cipta. Masak mengucapkan salam,” kata Sultan yang mengenakan batik lengan panjang berwarna ungu muda.
Asal-muasal Sabda Raja dan Dhawuh Raja itu pun memunculkan pro-kontra. Sebab, Sultan mengklaim keduanya muncul atas perintah Tuhan melalui leluhurnya sehari sebelum disampaikan di Sitihinggil.
Sebelum menerima “wahyu”, Sultan melakukan laku prihatin yang menjadi kebiasaannya sedari muda. Penjelasan tersebut sulit diterima nalar oleh masyarakat kebanyakan. Ihwal “wahyu” ini belakangan menjadi perdebatan di kalangan adik Sultan yang menolak kedua sabda itu. Seperti dikemukakan adik tirinya, Gusti Bendara Pangeran Haryo Yudhaningrat, bahwa yang mendapat perintah Tuhan hanyalah nabi.
Tapi Sultan punya alasan. “Itu sangat pribadi. Hanya bisa dirasa, bukan dipikir. Orang Jawa kan dipenggalih. Kalau dipikir itu penuh kepentingan dan nafsu,” kata Sultan.
Sore itu, putri sulung Sultan sudah berganti nama dan gelar menjadi Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng ing Mataram itu tampak menyimak penjelasan ayahnya. Selain keluarga, tampak hadir Ketua Sekretariat Bersama Keistimewaan DIY Widihasto Wasana Putra, Ki Demang, dan ustad Jazir dari Masjid Jogokariyan.
Sultan mengatakan penjelasan Sabda Raja dan Dhawuh Raja itu atas permintaan masyarakat, bukan atas keinginannya. Pemilihan tempat di rumah anaknya dan bukan di Keraton Kilen juga ada alasannya. Dia belum berkenan keraton dijadikan tempat berkumpul banyak orang seperti saat itu. “Nanti menimbulkan prasangka. Seolah saya mengumpulkan massa untuk berlawanan dengan saudara-saudara saya,” kata dia.
PITO AGUSTIN RUDIANA
Baca juga: Video Penangkapan Artis Mirip Amel Alvi