TEMPO.CO, Yogyakarta - Poliitkus Partai Persatuan Pembangunan, Syukri Fadholi, menyayangkan penghapusan penyebutan “Khalifatullah” dari gelar Raja Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat Sri Sultan Hamengku Buwono X. Gelar Khalifatullah, kata dia, merupakan fondasi Keraton Yogyakarta yang menempatkan Sultan tak hanya sebagai raja dan pemimpin, tapi juga imam.
“Sama saja jati diri Sultan telah hilang. Karena Sultan telah membuka auratnya sendiri,” kata Syukri saat ditemui di Ndalem Yudhonegaran, Yogyakarta, Kamis, 7 Mei 2015. Sultan juga dinilai telah melukai perasaan umat Islam karena menghilangkan gelar itu. “Otomatis batal menjadi imam,” kata Syukri.
Sebelumnya, gelar Raja Yogyakarta adalah Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwana Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sadasa ing Ngayogyakarta Hadiningrat.
Melalui Sabda Raja pada 30 April 2015, gelarnya menjadi Ngarsa Dalem Sampeyan Dalem ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Bawana ingkang Jumeneng Kaping Sepuluh ing Ngayogyakarta Hadiningrat. Gelar Khalifatullah dihilangkan dan Buwana berubah menjadi Bawana.
Penghilangan gelar tersebut, menurut Syukri, adalah isyarat bahwa cepat atau lambat Keraton Yogyakarta akan runtuh. Sebab gelar Khalifatullah sebagai pilar utama keraton itu telah diruntuhkan.
Syukri Fadholi datang ke Ndalem Yudhonegaran untuk menemui adik-adik Sultan yang menolak Sabda Raja I dan II. Bersama dengan tokoh masyarakat lain, mereka memberikan masukan. “Polemik ini harus dihentikan. Saatnya keluarga Keraton bermusyawarah untuk menyelesaikannya,” kata Syukri.
PITO AGUSTIN RUDIANA