TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Bidang Penggalangan Opini Dewan Pengurus Pusat Partai Golkar versi Agung Laksono, Leo Nababan, mengingatkan Komisi Pemilihan Umum untuk tidak memperkeruh konflik kepengurusan Golkar.
Wacana pengakuan legalitas Partai Golkar hasil Munas Riau dinilai Leo sebagai bentuk pemihakan terhadap kubu Aburizal Bakrie. "KPU itu hanya menyelenggarakan pemilu. Siapa pesertanya, bukan KPU yang menentukan," ujarnya, Sabtu, 18 April 2015.
Baca Juga:
Menurut Leo, penetapan legalitas partai merupakan kewenangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Partai Politik Nomor 2 Tahun 2011. Dalam kasus Golkar, kata Leo, legalitas itu merujuk pada putusan Mahkamah Partai yang mengakui keabsahan kepengurusan versi Musyawarah Nasional Ancol yang memilih kepemimpinan Agung Laksono. "Keputusan Mahkamah Partai itu bersifat final dan banding," katanya.
Putusan itu juga diperkuat lewat surat tertanggal 1 April yang menanyakan apakah Ketua Mahkamah Partai, Muladi, bisa menerima atau berkeberatan terhadap SK Kemenkumham. Dalam jawabannya, kata Leo, Muladi menilai penerbitan SK itu sudah sesuai dengan tupoksinya. Muladi juga mengatakan pejabat pemerintah memiliki kebebasan menilai, menafsirkan, menduga atau mempertimbangkan putusan Mahkamah Partai terkait sengketa kepengurusan Golkar.
Dalam rapat kerja KPU dengan Komisi Pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat beberapa waktu lalu memunculkan dua opsi untuk menyikapi konflik Golkar. Pertama, KPU hanya akan mengakui legalitas partai jika sengketa kepengurusan itu sudah berkekuatan hukum tetap. Rapat kerja itu juga memunculkan gagasan untuk mengakui legalitas partai sebelum sengketa atau kepengurusan versi Munas Riau yang memilih kepemimpinan Aburizal Bakie.
Menurut Leo, penafsiran itu patut dipertanyakan lantaran hanya menguntungkan kubu Aburizal. Leo menduga tafsiran itu sengaja dikondisikan oleh anggota fraksi Golkar guna melanggengkan kepengurusan Aburizal.
"Tapi saya yakin KPU yang sekarang memiliki integritsa dan tidak takut oleh tekanan dari pihak mana pun. Karena jika tidak, sikap mereka akan memicu keributan. KOk penyelenggara pilkada membuat aturan legalitas partai?" ujarnya.
RIKY FERDIANTO