TEMPO.CO, Banda Aceh - Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM), Aceh Besar, yang menjadi pintu gerbang masuk ke Aceh masih kerap disusupi warga sekitar. Umumnya mereka yang masuk secara ilegal ke area bandara adalah pencari rumput untuk ternak.
Keuchik (Kepala Desa) Bueng Bak Jok, Said Mukhtar, mengakui hal itu. Desa tersebut berbatasan langsung dengan pagar bandara. “Iya benar, ada warga yang masuk untuk mencari rumput yang sangat bagus di sana,” kata Said kepada Tempo, Sabtu, 11 April 2015.
Menurut Said, pihaknya bersama otoritas bandara kerap mensosialisasikan kepada masyarakat agar tidak masuk ke wilayah itu. Tetapi kata Mukhtar, bukan hanya warga desanya yang mencuri-curi peluang untuk masuk. Ada warga desa lain yang juga masuk.
Said mengatakan, dari titik mana masuknya pencari rumput maupun warga yang melintas tidak diketahui pasti. Tapi diyakininya ada pagar yang bocor di sekitar landasan pacu maupun di area lainnya.
Sekilas Bandara SIM memang tak bisa dimasuki sembarangan orang. Pagar-pagar dari besi membatasi sekelilingnya. Bandara tergolong ketat setelah ditingkatkan pembangunannya pascatsunami Aceh, mengingat kebutuhan penerbangan ke Aceh yang semakin padat oleh berbagai lembaga yang ikut membantu pemulihan Aceh. Bandara dengan fasilitas yang lebih baik diresmikan pada Agustus 2009 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Terkait dengan penyusup ke area bandara, General Manager Angkasa Pura II Bandara SIM Aceh Besar Joko Sudarmanto mengatakan sejauh ini belum ada yang mengganggu penerbangan. “Tetapi terus diwaspadai, kami terus melakukan penyadaran ke masyarakat,” ujarnya kepada Tempo.
Pengamanan yang dilakukan ketat untuk menghindari terjadinya penyusupan seperti kasus Mario di Pekanbaru. Beberapa hal yang menjadi kendala diakuinya adalah kesadaran masyarakat sekitar, yang sering masuk ke area sekitar landasan pacu untuk memotong rumput. “Mereka masuk dengan membuka bagian pagar di sekitar landasan pacu. Kami terus-menerus memperbaikinya.”
Menghadapi masyarakat sekitar di wilayah Kecamatan Blang Bintang dan Kuta Baro, pihaknya selalu persuasif. “Kadang sulit menerapkan betul hukum kepada masyarakat kecil. Kalau misalnya mengacu kepada UU Nomor 1 tahun 2009 tentang penerbangan, orang yang menyusup dapat dikenakan pidana,” ujar Joko.
ADI WARSIDI