TEMPO.CO, Makassar - Keluarga Brigadir Arifin, 40 tahun, tidak menyangka korban nekat mengakhiri hidup dengan menembak kepalanya di ruangan Unit Provost Polsek Manggala, Sabtu, 4 April. Terlebih, korban diketahui tidak mempunyai masalah. "Tidak pernah cerita ada persoalan. Keluarga juga kaget tahu kejadiannya begini," kata saudara ipar Arifin, Anto, 40 tahun.
Sepengetahuan Anto, Arifin tidak memiliki masalah, baik dalam keluarga maupun kantor. Korban sempat mendatangi rumah Anto di Jalan Parinringi, Kelurahan Tamangapa, Kecamatan Manggala, Jumat, 3 April. Tak ada pembicaraan serius. Arifin malah sempat menawarkan bantuan untuk memperbaiki rumah Anto yang akan direnovasi.
Arifin yang beralamat di Perumahan Berlian, Kelurahan Tamangapa, Kecamatan Manggala, di mata keluarga dikenal sebagai sosok pendiam. Kendati begitu, korban adalah sosok yang baik dan suka membantu. Arifin tewas meninggalkan seorang istri dan dua anak yang masih bersekolah.
Kakak Arifin, Hj Teni, histeris melihat jenazah adiknya terbujur kaku. Ia terus menangis dan berteriak seolah tidak percaya korban meninggal akibat perbuatannya sendiri. "Bukan bunuh diri adik saya. Tidak mungkin itu bunuh diri," ucapnya sambil terus menangis di depan jenazah adiknya.
Arifin nekat menembak kepalanya sendiri di dalam ruangan Unit Provost Polsek Manggala sekitar pukul 07.50 Wita. Peristiwa itu terjadi setelah apel pagi. Korban pertama kali ditemukan Kepala Unit Provost Polsek Manggala Ajun Inspektur Satu Abdul Salam, yang awalnya mengira korban hanya terbaring di kursi.
"Saya dengar letusan senjata api dan langsung mengecek sumber suara. Dalam ruangan itu, korban sudah terbaring kritis dan langsung dilarikan ke Rumah Sakit Bhayangkara Makassar," katanya. Berselang beberapa jam kemudian, korban akhirnya mengembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Bhayangkara sekitar pukul 10.00 Wita.
Salam menyebutkan korban menembak kepala memakai senjata api miliknya. "Pakai revolver kaliber 38," ucapnya. Di mata Salam, Arifin merupakan sosok petugas yang disiplin dan memiliki dedikasi tinggi terhadap pekerjaannya. Ia mengakhiri hidup pada detik-detik akhir waktu piketnya. "Sudah mau lepas jaga. Sempat telepon saya menanyakan data anggota," ujarnya.
TRI YARI KURNIAWAN