TEMPO.CO, Jakarta - Markas Besar Kepolisian RI sedang menelisik ihwal keterlibatan dua pelajar yang bergabung dengan ISIS. Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Komisaris Besar Rikwanto mengatakan, "Penyelidikan ini bekerja sama dengan pihak Interpol.”
Dua pelajar yang dimaksud adalah Yazid Ulwan Falahuddin, 19 tahun, pelajar di Imam Hatip School (SMA), dan Wijangga Bagus Panulat, 20 tahun, mahasiswa teknik komputer di Izmir Institute of Technology. Yazid bergabung dengan ISIS pada akhir 2013. Empat bulan berselang, giliran Bagus, yang merupakan kakak kelas Yazid di SMA, bergabung dengan ISIS.
Pengamat terorisme Noor Huda Ismail mengatakan, dengan memanfaatkan media sosial, ISIS kerap melancarkan propaganda-propaganda yang bisa menarik minat pelajar Indonesia di Turki dan Tanah Air. Propaganda itu, kata dia, misalnya, memberikan tawaran kepada para pelajar yang masih muda untuk merasakan petualangan seru dan memicu adrenalin dengan berperang dan mampu membawa senjata.
Embel-embelnya, kata dia, ISIS merupakan gerakan perubahan besar berupa khilafah dan membangun entitas politik baru. “Ini yang menyebabkan para pelajar itu tergoda dan sukarela bergabung dengan ISIS,” katanya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan berjanji akan melindungi dan mencegah para pelajar muda dari pengaruh ISIS. Caranya, ujar dia, melakukan mekanisme kontrol antara siswa, guru, dan orang tua di sekolah. Soal ini masih terus dibahas kementeriannya. "Guru dan wali kelas sebagai ujung tombak di sekolah, selain orang tua di rumah,” kata Anies.
Kementerian Komunikasi dan Informatika mengaku kesulitan memblokir jejaring media sosial yang berisi ajakan melakukan tindakan radikal dan terorisme. "Kalau medsos, kan, dunia terbuka. Kami pun susah mencegah dari awal. Biasanya berdasarkan pengaduan,” kata Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara.
TIM TEMPO | ANTON